Social Icons

Tampilkan postingan dengan label Sastra. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sastra. Tampilkan semua postingan

Minggu, 04 Januari 2015

Pembacaan Terhadap Naruto 688: Memata-Matai Sejarah

Saya suka membaca, apa saja termasuk yang remeh-temeh sampai temeh-remeh. Salah satunya komik. Kebanyakan orang melihat gambar daripada membaca dalam aktifitas "ngomik" ini. Memang komik memiliki jenis-jenisnya, dari komik anak-anak, remaja, dewasa sampai komik dengan nilai sastra. Komik dengan nilai sastra ini merupakan salah satu jalur yang dicetuskan Scott McCloud untuk me-re-inventing komik (1).

Saya akan memulai pembacaan tentang manga (Komik Jepang) Naruto chapter 688 "The Sharingan" (translasi versi Mangapanda).

Naruto, Manga, Masashi Kishimoto, Manga Ninja
Naruto 688 The Sharingan, h.17

by Facebook Comment

Rabu, 06 Agustus 2014

Pengembangan Kelompok Kesenian Tradisional


Seni Budaya Indonesia, Tarian Indonesia, Musik Indonesia
Budaya Indonesia
Ada baiknya jika kelompok kesenian tradisional disetiap daerah menguasai teknis menejerial organisasi.
Kelompok kesenian yang telah berbadan hukum dengan akta pendirian, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atas nama kelompok, pengelolaan keuangan yamg profesional, manajemen pertunjukan dan program karya (kerja).
Selain untuk meningkatkan kualitas, hal ini bertujuan untuk menaikkan posisi tawar para seniman dalam masalah tarif pertunjukan. Selain itu pemerintah bisa berperan dalam nguri-nguri kesenian tradisional (modal, wahana pentas, standarisasi tarif pertunjukan, kesehatan, dll).
Tetapi kelompok kesenian tradisional juga harus mempunyai modal sendiri untuk membiayai segala aktivitas, agar mereka tidak menjadi corong penguasa. Akhirnya, mereka bisa saja terbeli.
Makhluk yang bernama seniman itu pada dasarnya mencintai kebebasan. Kebebasan yang bagaimana, tentu masih bisa didiskusikan bersama.
by Facebook Comment

Jumat, 01 Agustus 2014

Arloji Merah Pemberianmu


Aku tlah buang jam tanganku, kini tanganku hampa. Akan kuhitung perjalaanan dengan napasku saja.
Dengan langkah gontai kugulung lengan baju, terasa merinding tercekam kehampaan.
Dengan atau tanpa waktu, tanganku tetap hampa. Berjalan tanpa senjata. Bukan, memang aku bukan hendak pergi perang atau pesta.
"Aku tlah lewati jalan ini" bisikku
Remang bayang-bayang

Aku tlah buang arloji itu, yang menyimpan angka-angka cantik, detak detik yang mendetak misterius, seperti angka-angka suci, sebuah perhitungan mutlak !.
Orang sudah tak tanya lagi, "Jam berapa sekarang ?!" sebab jam tanganku tlah kubuang
mereka pikir aku gila, "Jam berapa kau buang arlojimu ?!"
Mereka mengumpulkan angka demi angka untuk dijadikan bilangan lalu rumus-rumus persamaan
by Facebook Comment

Rabu, 09 Juli 2014

Membaca Komik I

Panel candi
Wayang Watu. Panel Pada Dinding Candi
Tulisan Mesir Kuno, Tulisan Kuno, Mesir
Hieroglyph

Panel demi panel pada candi memutar searah jarum jam. Batuan slalu bicara pada manusia dari zaman batu bisu, paleolitikum, mesolitikum, megalitikum, hingga neolitikum. Sekarang zaman batu ego, dari kerikil-kerikil sugesti, kerikil-kerikil jumrah beserta nisan.
Dunia yang bulat menjadi panel-panel komik, dunia yang terkotak-kotak. Seperti teka-teki menyusun kotak berurutan dalam sekejapan.
Otak membagi kotak, kotak mengurung otak. Segalanya berisi peristiwa.
Memang sejak kanak-kanak slalu diajari mendengar serta meniru, bercerita, melagu dan menggambar.
Mendengar batuan bicara bahkan menangis menetes dari stalagtit membentuki suiseki, jika direnungi pembicaraan batuan itu mengental tersendimen membulat diujung jari, batuan akik itu.
Lalu bercakap dengan akik itu, hukum-hukum permintaan, hukum-hukum penawaran lalu kebutuhan untuk mendengar. Batu-batu, panel-panel.
Mendengar cengkrama hewan betapa lucunya anak-anak itu mendengar percakapan ayam. Ayam betina kehilangan telor yang dierami, mengadu pada jago. Betapa kecewanya betina itu.
Kanak-kanak meniru gerakan binatang pada pentas drama fabel, gerakan silat juga prototipe suatu barang.
by Facebook Comment

Minggu, 08 September 2013

Maizena



“ Nasi Putih terhidang di meja, siapakah penanamnya ?!. Panas terik tak dirasa, hujan rintik tak mengapa, … “
Nyanyian dari TVRI tempoe doeloe selalu terngiang, ketika aku melintasi kampungku.
Terpana. Dahulu ketika negeri ini ditarik garis agraris juga maritim, betapa gemah ripah loh jinawi, kondhang klangkung manis. Entah mengapa setiap orang asing yang masuk ke negeri kami, aku selalu ada semacam keterikatan mungkin juga kedekatan batin. Ikatan yang begitu kuat.
Ruang dan waktu telah berubah. Era industrialisasi ini, aku masih terpaku menatap hamparan sawah. Wong – wongan sawah sibuk menghalau burung demi burung. Suara berterbangan. Terngiang lagi lagu dari TVRI. Masuk telinga kiri, keluar telinga kanan, masuk lagi telinga kiri. Begitu seterusnya sampai telinga gatal – gatal. Mungkin Kunti akan melahirkan Karna demi Karna lagi, sementara alam tetap perawan dijagai para dewa.
Pada Ladang Jagung Hibrida bisi 2, kulit Jagungnya disebut Klobot. Lintingan klobot dari tangan – tangan perempuan. Dilekatkan liur Roro Mendut. Lintingan Rokok Klobot. Sejarah cinta Roro Mendut dan Pronocitro. Roro Mendut menjadi ikon Rokok Klobot di masa lalu. Ah, bibirnya !. Sekarang menjelma Sales Promotion Girl produk rokok di era industrialisasi. Perempuan tetap saja menjadi objek.
Rambut pirang Jagung. Mengingatkanku pada Bule Amsterdam. Aku selalu penasaran dengan rambut pirangnya, baunya, pigmentasi dan pori – pori kulitnya, yang besar, renggang juga bibirnya. Ya, bibirnya.
by Facebook Comment

17 Agustus Tahun Anu


Manusia – manusia Jawa gemar beritual berupacara sebab hidup adalah
prosesi upacara. Ku buka kalender besar pada dinding ruang tamu yang
kecil, tak ada benar – benar tak ada angka – angka yang disakralkan itu.
Ku bolak – balik kalender agar waktu luwes terhadap sgala perhitungan,
penambahan, penyusutan. Di ruang ini berharap sejarah bertamu, mereka
mengenakan pakaian kebesaran mereka meneriakkan ; “ merdeka ! “
tapi mereka kebingungan, bayangan celingukan seolah angka – angka
hampa tak pernah menautkan “ merdeka “ itu.
Sejarah memang bertamu tapi terasa compang – camping waktu
waktu yang tambal sulam mengelabuhi angka – angka yang kau anggap
mistis itu.
Sejarah memang bertamu tapi slalu kau diamkan saja. Sibuk melipat -
lipat bayangan. Memang orang sudah pandai berhitung pandai berpartai
politik pandai melebih – lebihkan pandai bercerita pandai berkata ;
merdeka ! “.
“ Merdeka ! “ igauan sejarah
“ Merdeka atau mati ! “ igauan tetangga sebelah
“ Merdeka atau mimpi “
seolah kemerdekaan itu fenomena tindihan erep – erepan.
by Facebook Comment

Open House


Bayang – bayang siapa yang kembali dari kesunyian tunas – tunas meranggas,
berkecambah dalam gelap mereka bercakap
“ Akan ku nyalakan bayang – bayang untukmu “
Rumah sederhana ini masih muat menampung gelap dan terang, pikiran tak waras,
was was. Mampir mapirlah tak usah bawa oleh – oleh. Kita hanya perlu berbincang
tentang hidangan Al Maidah tentang rasa damai dipinggir – pinggir piring gelotekan,
dalam meja hidangan seolah mereka menjelma kanak – kanak lucu. Ya, piring – piring
itu. Saling bersuapan waktu waktu membuat segalanya merabun.
“ Akan ku nyalakan bayang – bayang untukmu “
by Facebook Comment

Minggu, 23 Juni 2013

Film A Beautiful Mind, Simbah dan Triyanto Triwikromo

Film A Beautiful Mind, Simbah dan Triyanto Triwikromo1

Triyanto Triwikromo, Penerbit Kompas, Kumpulan Cerpen
Menautkan tiga bentuk seni ( film, cerita pendek dan puisi ) dalam sebuah tulisan sangat mungkin dilakukan, pendekatan melalui tema salah satunya. Misal dalam bentuk wayang dan film yang merupakan kesenian bermuatan kompleks. Mulai dari dramatisasi, cerita, musik, gambar, tata cahaya, penokohan dan lainnya. Berangkat dari realitas penulis sendiri, saya mencoba menautkan film A Beatiful Mind, cerita pendek “ Cinta Sepasang Kupu - kupu “ dalam kumpulan cerita pendek “ Sayap Anjing “ karya Triyanto Triwikromo dan sebuah puisi “ Ode Untuk Simbah karya Panji Cybersufi untuk dibongkar, dikritisi dan ditulis ulang. Pertautannya dalam tema Schizophrenia.
Schizophrenia adalah gangguan kejiwaan serius, dimana penderita kehilangan kontak dengan realitas, mengalami halusinasi serta keterbatasan emosional, delusi atau mempercayai hal – hal yang sebenarnya keliru, berkurang motivasinya dan tidak dapat bertingkah laku normal dalam kehidupan sehari – hari. Semakin dini usia seseorang terkena Schizophrenia, semakin besar kemungkinan rusaknya kepribadian dan kemampuannya untuk hidup normal. Oleh karena itu penderita Schizophrenia, bisa membahayakan orang lain karena ilusi dan delusi yang tak terkendali. Realitas tersebut melatar belakangi Triyanto menulis cerita,
by Facebook Comment

Senin, 13 Mei 2013

Lawu dan Jalak Gading


Gunung Lawu, Gunung di Jawa
Seperti ingin mendaki kembali, tetapi dalam nuansa berbeda. Sebagai Homo Symbolicum, Homo Educondum. Teringat masa Sekolah Menengah Atas ( SMA ), kegiatan mendaki gunung diidentikkan dengan Pecinta Alam1 ( baca ; Siswa Pecinta Alam--- Sispala, Pelajar Pecinta Alam--- Papala ). Para remaja yang selalu mencari jati dirinya, masih bersemangat ingin mengukur diri dengan kekuatan alam.
“ Puncak atau mati, keduanya ; ku taklukkan ! “ begitulah kira – kira semangat itu.
Sejak Prof. G.H.R. Von Koenigswald ( Arkheolog Jerman ) menemukan fosil rahang bawah Pithecantropus Erectus, salah satu spesies dalam taxon Homo Erectus2 di Situs Karanganyar, Sangiran ( kaki Gunung Lawu, 17 kilo meter dari Solo ), pencarian mengenai asal – usul manusia menemukan rentetan babak baru. Memperkuat Teori Evolusi Darwin3. Walaupun sampai sekarang terus merangsang perdebatan, khususnya tentang missing link dari teori evolusi tersebut.
by Facebook Comment

Anjing

Anjing dan Pandawa, Swargarohana Parwa
Pandawa, Drupadi dan Anjing
Seorang gadis kecil kelas 3 Sekolah Dasar disebuah dusun terpencil, berbatu, sedikit berbukit, rimbun, dekat Makam Sewu. Tiga tahun lalu Program Listrik Masuk Desa sudah bisa dinikmati masyarakat. Gadis kecil yang selalu riang. Bermain dan belajar. Sebut saja namanya Pancali, karena suka memelihara Anjing. Memang seperti itu, tak perlu dipertanyakan lagi.
Sebagai anak yang dilahirkan dari kultur Jawa dan Islam, Pancali mengetahui beberapa cerita tentang Anjing.
Anjing yang setia menemani Pandawa dan Drupadi menempuh perjalanan pendakian Himalaya1, Anjing dalam kisah Ashabul Kahfi2, juga ketika ia melintasi Pasar Kabupaten melihat kaos bergambar Scooby Doo. Bahkan ia belum bisa mengeja, melafadzkan “ Scooby Doo “ dengan tepat. Setiap kali ia melewati Pasar Kabupaten sepulang sekolah, Pancali hanya diam menatap kaos.
“ Mengapa kau memelihara Anjing ?! “
by Facebook Comment

Mengaji


Mengaji Qur'an

Apa yang dicari dari teks - teks, hanyalah rangkaian abjad jika disimak 
secara kering. Makna jadi lapuk berhenti pada titik. Titik itu perbatasan
otak, awal akhir gambaran.
Rangkaian abjad bisa saja disusun otomatis oleh teknologi.
Hening Bayyatisuri mengalun.
Hmm,... lama - lama orang telah diperbudak teknologi, mesin - mesin
menggantikan perasaan terdalam. Lalu apa arti garisan tangan ?!
 
Kita bisa saja meramal angka dan huruf agar dikata sadar hari depan,
sadar rumus - rumus kehidupan. Kita masih saja terpaku pada layar
monitor sementara di luar sana persahabatan begitu dingin.
Kita slalu canggung terhadap alam juga teknologi. Mesin - mesin
menggandakan waktu, waktu menggandakan perasaan - perasaan.
Di pagi hari koran menjadi sarapan mengganti roti, susu.
Dunia kita sekarang adalah dunia teks - teks dipenuhi tanda, penanda,
pertanda, visual semiotika. Hening Bayyatisuri mengalun.
by Facebook Comment

Doelah Buntut


Doelah Buntut 1

Seorang buruh bangunan, tukang batu, tukang kayu, tukang besi ataupun menjadi tenaga tukangpun dijalaninya. Demi menafkahi keluarga, istrinya dan 2 orang anaknya. Sarwan masuk SMP sedang adiknya Warti sudah kelas 5 SD.
Keluarga itu juga menpunyai sebidang sawah namun diburuhkan. Di kerjakan oleh tetangganya dengan sistem bagi hasil. Mungkin karena malasnya Pak Doelah atau hasil dari pertanian sekarang tidak bisa untuk menghidupi. Kedua anaknya pun tidak mau menggarap sawah dengan alasan masih sekolah. Ketularan anak - anak muda jaman sekarang. Istrinya tidak tahan panas dan gatal. Di rumah saja menjadi ibu rumah tangga dan pengatur keuangan. Memasak, mencuci, dan bersih - bersih.
*
by Facebook Comment

Minggu, 12 Mei 2013

Semalam Suntuk

I.

Malam menjelma bayang - bayang, kita nyalakan bayang - bayang. Lampu -
lampu pada tata kota seperti digosok berulang - ulang para pedagang. Tapi
tetap jawabannya ; " Wani piro ?! "
Seorang pacaran di taman kota bermain petak umpet lalu cangkriman.
Itulah cinta.
Seorang tergesa dengan motornya, mesin dan alam kloningan.
Kita telah menjadi robot - robot zaman yang bermimpi menjadi manusia.
Katakanlah ini sebagai dongeng sebelum tertidur panjang.

Para PSK hilir mudik menjajakan kehangatan, pengajian hingar bingar
bercampur fanatik. Ada yang menggeleng mengingat Tuhan.
Seorang ( tampaknya pejabat ) menawar perempuan.
" Wani piro ?! " kata perempuan.
Hmm,... Wisata dan sex tlah membudaya.
Malam ini biarlah segalanya terbebas dari kebebasan
by Facebook Comment

Kamis, 11 April 2013

Tiga Sekawan Mencari Wayang


Globalisasi menawarkan rute – rute mobilitas baru untuk proses perpindahan, pertukaran, perlintasan berupa gagasan ataupun bersifat material. Semua bergerak, materi dan non materi. Terlalu sering kita melewati, berhenti dan berpindah lagi pada sebuah stasiun namun kita hanya menganggapnya sebatas fisik ( material ) saja.
“ Turun dimana ?! “
Buku terbitan Republika, Buku Politik, kebobrokan Indonesia
Pilpres Priesiden Abal - Abal Republik Amburadul
( dok : koleksi pribadi, pemberian dari Arai )
by Facebook Comment

Kamis, 14 Maret 2013

Perempuan Itu



Dua orang mengikat 2 pikulan kayu lonjoran panjang dengan sayatan kulit bambu muda. Lumayan banyak kayu yang sudah tua. Tinggal dijual keliling dusun dengan sepeda kayuh. Dua buah ikatan kayu panjang diikat disamping sepeda persis keronjot.
Keduanya duduk sambil mengibas - ngibaskan topi kemuka. Seorang menyulut tembakaunya. Aroma khas segera mengabar cepat. Si pendek berdiri, berjalan menuju semak belukar. Dibukanya celana, sambil masih klempas - klempus. Suara air jatuh ke ranting dan daun kering. Beberapa lembar daun dipetik sebagai ganti air untuk membersihkan. Terasa aneh ketika memetik daun , beberapa bagian rimbun menyibak. Ada ranting dan daun teronggok layu, kering di tanah seperti baru beberapa hari dipotong. Terlebih mulai tercium bau menyengat. Perlahan disibakkanya gerumbulan. Bau aneh dan bau tembakau itu semakin mendekat. Tiba - tiba kakinya menyandung sesuatu. Ia terkejut, pandangannya belum jelas benar. Masih tertutup ranting dan daun yang sengaja dipotong untuk menutupi.
    “ Kang coba lihat !”
by Facebook Comment

Rabu, 13 Februari 2013

Kesehatan, Kesenian Dan Network Marketing



Tahun terus berganti, “ sudahkah kita merencanakan kesehatan kita 3 bulan kedepan, 6 bulan kedepan atau 1 tahun kedepan ?! “.
Mungkin pertanyaan ini dianggap tidak realistis, mengada – ada dan sebagainya. Kesehatan kog direncanakan. Bukankah mencegah ( preventif ) lebih baik ketimbang mengobati ( kuratif ) ?!. Tetapi hal ini juga tergantung situasional.
Secara logis, kesehatan dapat diukur dari tanda – tanda vital yang mempengaruhi kondisi seseorang. Dari segi fisik dapat berupa ; tekanan darah, kadar gula darah, tekanan jantung, berat badan dan lainnya.
Masih ingat ketika Balita yang setiap perkembangan kesehatannya selalu dipantau sebulan sekali dalam Pos Pelayanan Terpadu ( POSYANDU ) ?!.
Apabila kita tidak bisa merasakan cahaya Matahari dan bunga – bunga yang sedang bermekaran pada pagi hari, mungkin gelombang dalam tubuh kita memang belum siap untuk beresonansi dengan keindahan gelombang Matahari dan bunga – bunga tersebut. Jika gelombang instrinsik kita seperti itu, kesehatan kita akan terganggu.
by Facebook Comment

Senin, 04 Februari 2013

Kerinduan Sosio Kultural



I.

Kita slalu saja menawar waktu, sedikit – dikit beralasan. Slalu dan masih slalu
hitung untung rugi, terkadang dua hal itu begitu imajinatif.
Terkadang perasaan mencapai kekanakan. Gemar bermain petak umpet waktu
sedang bayangan menandakan kau.
Dalam kesunyian seolah kita berperan sebagai Tuhan. Jika Ia mencipta dengan
; “ Kun ! “, kita mencipta ulang dengan imajinasi ; “ Simsalabim ! “, “ Adakadabra ! “.
Yang pasti kita sedang bermain cermin, mematut diri agar layak kala pertemuan
tiba. Aku belajar tersenyum, tak ada kata – kata sedalam senyuman. Andai ini
masih bisa ditawar, mungkin ; “ ya, aku menemuimu “.
Maklumlah, perasaan ini berawal dari kerinduan. Kerinduan spiritual.
Ketika kanak – kanak bertemu dan udara memerah setelah itu.
by Facebook Comment

Wonokromo


Wonokromo 1

Aku mengenal kakek buyutku dari ibuku sendiri. Beliau tidak melakukan sesuatu yang besar dan berharga pada masa hidupnya. Bagiku kakek telah melakukan hal yang besar untuk keluarga. Hal kecil namun terus dikenang sampai sekarang, bahkan wujudnya masih ada.
“ Apa aku akan dikenang oleh cucu cicitku ?! “. Bisiku dalam hati.
“ Sekedar nama saja “.
Aku selalu berpikir seperti itu. Lamat - lamat mulai terbayang sosok kakek buyutku. Dari atas kebawah, kenangan menjadi nyata. Sosok masa lalu menjelma muda pada diriku.
Lalu Ibu akan bercerita begitu fasihnya tentang beliau. Menurutnya, ketika bercerita padaku ia menemukan kembali sosok kakek buyut. Mirip secara fisik dan beberapa sifat dasar pada diriku. Entah Ibu mengetahuinya dari mana. Aku sangat menyayanginya maka kupercayai saja ceritanya.
by Facebook Comment

Jumat, 01 Februari 2013

MENDARAS LIBERASI SENI WAYANG Oleh Yunitasari Amalia



Wayang Beber, Komunitas Wayang Beber Metropolitan, WBM
Sungguh nyentrik pria yang menunggu kami di semburat jingga kali ini. Rambut gimbal yang panjang, wajah tirus dan sederet asesoris yang melekat di tubuhnya. Seniman itu bersama Samuel Edi, aku memanggilnya Mas Edi. Ia tak sendiri, bersama anak muda lainnya dari Komunitas “ Wayang Beber Metropolitan” ( WBM ) tengah menunggu kami. Setelah berjabat tangan, di lesehan emperan kafe, kami membuka kehangatan senja bersama kopi, gorengan dan rokok. Lalu mengalirlah kisah WBM yang menjunjung spirit romantik nan heroik pencarian Panji Asmoro Bangun terhadap Dewi Sekartaji.
by Facebook Comment