Social Icons

Minggu, 08 September 2013

Open House


Bayang – bayang siapa yang kembali dari kesunyian tunas – tunas meranggas,
berkecambah dalam gelap mereka bercakap
“ Akan ku nyalakan bayang – bayang untukmu “
Rumah sederhana ini masih muat menampung gelap dan terang, pikiran tak waras,
was was. Mampir mapirlah tak usah bawa oleh – oleh. Kita hanya perlu berbincang
tentang hidangan Al Maidah tentang rasa damai dipinggir – pinggir piring gelotekan,
dalam meja hidangan seolah mereka menjelma kanak – kanak lucu. Ya, piring – piring
itu. Saling bersuapan waktu waktu membuat segalanya merabun.
“ Akan ku nyalakan bayang – bayang untukmu “


Jika kau datang tergesa ketuklah pelan saja sebab getaranmu tlah ku ukur, aku takkan
salah taksir detak langkahmu, jantungmu, napasmu semua dalam hitungan.
Aku slalu cemas, sedikit – dikit membuka pintu. Ingin kubuka lebar pintu, biar angin
menaksir langkahmu, jantungmu, napasmu.
Flor, biasa saja tak usah lepas sepatu jejak – jajak perjalanan takkan mengotori
pikiran. Ubin – ubin ini dipenuhi cerita, kadang bergumam ; “ tap, tap, tap “.
Tidak, tidak aku tak sedang mengintipmu.
Tapi mungkin setelah salaman semua terlupakan


Orang yang juga manusia datang dan pergi
Orang yang juga manusia saling mengunjungi dengan berbagai alasan, kepentingan
Menyimpul mengulur tali waktu bayang – bayang itu.
Orang yang juga manusia seperti orang – orangan sawah yang ditarik kehendak,
mengusir segala yang tak dikehendaki.
Orang yang juga manusia seperti boneka – boneka, robot – robotan zaman.
Mungkin mereka kalah politik, kalah licik, mereka kehilangan kemanusiaannya.
Ah !, orang yang juga manusia.


Rumah sederhana ini akan segera digusur pemerintah sebab fisik dan jiwanya
milik negara. Konon akan segera dibangun bandara disana, dan anak – anak kita
kau tahu, lekas riang bermain pesawat – pesawat kertas. Melipat – lipat
harapan seperti Origami agar muat di saku mereka.
Mereka puas dolanan pilot – pilotan
“ Aku ingin jadi pilot ! “
Ketatkan ikat pinggang sebab kita akan terbang.
Anak – anak kita, orang yang juga manusia telah duluan belajar terbang. Kita
mengendarai udara tapi masih duduk termangu depan pintu, daun pintu
terbuka ini slalunya menghijau.
Rumah ini Shanti Niketan juga pondok pesantren pun rumah hiburan, rumah
dari tanah Holosein muda.
Sejarah singgah pada tanah – tanah kering, tembikar – tembikar kering lalu
udara meniupkan ruh menetaplah ruh dalam fisik rumah kita.
Pada hari Sabtu, orang yang juga manusia ngaso pada ruang keluarga.
Terpujilah Hari Sabtu dan setelah itu dan sebelum itu !.
Ini di pangkuanmu yang hangat, mendarat pesawat – pesawat kertas
harapan demi harapan mengambang bersama pesawat – pesawat kertas



Jejeran, 28 Agustus 2013.

* Menghadiri Acara 4 bulanan ( Mapati ) kehamilan istri sahabat terbaikku, tiupan angin
malam terbaca QS. Yusuf dan QS. Maryam .
* Puisi ini pertama kali saya ketik di Hand phone.
by Facebook Comment

Artikel Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar anda akan memperkaya wawasan.