Social Icons

Senin, 13 Mei 2013

Lawu dan Jalak Gading


Gunung Lawu, Gunung di Jawa
Seperti ingin mendaki kembali, tetapi dalam nuansa berbeda. Sebagai Homo Symbolicum, Homo Educondum. Teringat masa Sekolah Menengah Atas ( SMA ), kegiatan mendaki gunung diidentikkan dengan Pecinta Alam1 ( baca ; Siswa Pecinta Alam--- Sispala, Pelajar Pecinta Alam--- Papala ). Para remaja yang selalu mencari jati dirinya, masih bersemangat ingin mengukur diri dengan kekuatan alam.
“ Puncak atau mati, keduanya ; ku taklukkan ! “ begitulah kira – kira semangat itu.
Sejak Prof. G.H.R. Von Koenigswald ( Arkheolog Jerman ) menemukan fosil rahang bawah Pithecantropus Erectus, salah satu spesies dalam taxon Homo Erectus2 di Situs Karanganyar, Sangiran ( kaki Gunung Lawu, 17 kilo meter dari Solo ), pencarian mengenai asal – usul manusia menemukan rentetan babak baru. Memperkuat Teori Evolusi Darwin3. Walaupun sampai sekarang terus merangsang perdebatan, khususnya tentang missing link dari teori evolusi tersebut.
Memaknai ( Kembali ) Pendakian Diri

Gunung Lawu ( Wukir Mahendra, 3265 Meter Diatas Permukaan Laut--- Mdpl ) yang terletak di perbatasan Karanganyar, Wonogiri, Jawa Tengah dan Magetan, Jawa Timur merupakan gunung api “ istirahat “. Bukan hanya keeksotikan alam, tetapi juga sejarah yang diramu sedemikian rupa dengan mitologi mengundang daya tariknya tersendiri. Gunung Lawu memiliki 3 puncak ; Hargo Dalem, Hargo Dumiling dan Hargo Dumilah yang merupakan puncak tertinggi. Hargo Dalem diyakini merupakan tempat moksanya4 Prabu Brawijaya V. Bertepatan dengan keruntuhan Majapahit ditandai sengkalan5 “ Sirna Ilang Kertaning Bumi “ oleh penyerbuan pasukan dibawah kepemimpinan Raden Patah6. Prabu Brawijaya V memilih tidak mau berperang melawan Raden Patah yang merupakan anaknya sendiri, beliau memutuskan menyingkir sampai Lawu7.
Adapun Hargo Dumiling merupakan tempat moksa Ki Sabdopalon ( pengikut, penasehat spiritual Prabu Brawijaya V ) yang menemaninya menyingkir kala itu. Setelah Brawijaya V moksa, Sabdopalon meneruskan perjalanan ke puncak.
Hargo Dumilah adalah puncak tertinggi Lawu, tempat yang penuh misteri, biasa digunakan untuk olah batin dan meditasi.
Langkahku pendek – pendek menapaki jalan setapak dari Cemoro Kandang ( Jawa Tengah )8 berburu waktu di masa kini. Jalan semakin gelap. Pendek – pendek, cepat – cepat. Memburu sunset, sunrise di masa mendatang. Jejak sejarah terinjak berulang – ulang. Perjalanan memasuki batas antara.
Batas antara lingkungan Jawa Timur yang cenderung kering dan gersang, Jawa Tengah yang mulai basah, sebelum mencapai Jawa Barat yang basah dan dingin. Semak belukar seolah menyibak rahasia waktu.
 
Bunga keabadian, Anaphalis Javanica
Edelweis Lawu
Cemara – cemara gunung ( Casuarina Junghunia ) berjejer rapi berebut cahaya, sedang bayanganku sedikit sengal karena ketinggian. Bayangan dan cermin memperbanyak pikiran. Anggrek Epifit ( Dendrobrium Jacobsonii ) tumbuh bebas diketinggian 2000 Mdpl menambah ragam flora. Cahaya – cahaya memutih, menguning, lalu juga Ungu, kehijauan. Tanah – tanah lapang yang ditumbuhi bunga keabadian. Edelweis ungu Lawu ( Anaphalis Javanica ). Pikiran demi pikiran mengembang dari pokok – pokok tunas jati diri yang kokoh. Mereka tumbuh dari cahaya.
Sejenak aku berhenti di Sendang Panguripan, sebab urip mung mampir ngombe. Hidup hanya mampir minum. Air mendingin, waktu beku. Aku masih mengendong carrier ku. Carrier Merah berbentuk kapsul 350 liter, terlindungi bag cover Biru Eiger. Masih dengan celana panjang kesayanganku, Hijau Lumut dengan aksen garis – garis timbul. Konon menurut warga setempat, warna Hijau merupakan pantangan ketika mendaki Lawu.
Act like the native “ begitulah point “ A “ dalam Survival. Aku pun menggantinya dengan celana lapangan Biru, masih tetap dengan gaiter coklat kulit di kaki. Sambil mencuri napas. Pasti tak ketahuan, sebab aku sendirian. Jujur, aku menapaki kesunyian itu ketika orang – orang masih terlelap dalam hayalan.
Jalak Gading
Jalak Gading
Tubuh sudah mulai beradaptasi dengan ketinggian. Beberapa satwa hutan melintas.
” Demi waktu, seolah aku selalu lupa waktu “
“ Dan memang begitu “
Huruf – huruf menggeliat memulai kembali, kalimat demi kalimat merapat, pelan, semeter 2 meter berhenti. Tampaknya jinak, tetapi mereka hidup bebas. Ku tatap matanya berusaha menyelam lebih dalam. Tubuhnya hitam kecoklatan dan bagian dada coklat keputihan, paruh lancip, kaki Kuning gading. Burung – burung pemandu para pendaki agar tak tersesat. Jalak Lawu atau Jalak Gading ( Sturnos Sp ) spesies burung pemandu itu. Habitat dan spesies burung yang dilindungi mitos sampai sekarang.
Aku melangkah, Jalak Gading terbang rendah didepanku. Sejenak berhenti, kita sama – sama menunggu. Sekumpulan lagi tiba terbang menuju Simurg9.
Entah siapa yang akan sampai duluan, atau semua tidak betah bertahan dalam perjalanan.


Bantul, Jum'at Kliwon, 26 April 2013.

Catatan AkhirLawu dan Jalak Gading “

1 Kode Etik Pecinta Alam Indonesia

Pecinta Alam Indonesia sadar bahwa alam beserta isinya adalah ciptaan Tuhan Yang Maha Esa
Pecinta Alam Indonesia adalah bagian dari masyarakat Indonesia
sadar akan tanggung jawab kepada Tuhan, bangsa dan tanah air
Pecinta Alam Indonesia sadar bahwa Pecinta Alam adalah sebagian dari makhluk yang mencintai alam sebagai anugrah yang Maha Kuasa
Sesuai dengan hakikat diatas, kami dengan kesadaran menyatakan ;
  1. Mengabdi kepada Tuhan Yang Maha Esa
  2. Memelihara alam beserta isinya serta menggunakan sumber alam sesuai dengan kebutuhannya
  3. Mengabdi kepada bangsa dan tanah air
  4. Menghormati tata kehidupan yang berlaku pada masyarakat sekitar serta menghargai manusia dan kerabatnya
  5. Berusaha mempererat tali persaudaraan antara Pecinta Alam sesuai asas Pecinta Alam
  6. Berusaha saling membantu serta menghargai dalam pelaksanaan pengabdian terhadap Tuhan, bangsa dan tanah air
  7. Selesai
Disahkan bersama dalam Gladian Nasional IV Pecinta Alam, Ujung pandang, 1974 ( P. Kahyangan, Tana Toraja ).

Sampai sekarang Kode etik Pecinta Alam Indonesia ini masih dipergunakan.

2 Pithecanthropus Erectus ( sekarang disebut ; Pithecanthropus Palaeojavanicus, Homo Erectus Palaeojavanicus ) yang ditemukan E. Dubois di Trinil 1891 hanya berupa fosil tidak utuh. Terdiri dari tengkorak, tulang paha atas dan gigi. Sampai sekarang belum ditemukan bukti yang jeklas bahwa tulang tersebut dari spesies yang sama. Sedangkan penemuan fosil oleh G.H.R. Von Koenigswald lebih utuh.
( lihat ; Manusia Jawa dalam Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia Bebas ).

G.H.R. Von Koenigswald melakukan penelitian di Situs Sangiran secara intensif dari 1934 – 1941. Telah banyak fosil manusia purba yang ditemukan. Tahun 1941 fosil yang ditemukannya dinamakan Megantropus Palaeojavanicus.

3 Darwin, Charles, 1859. On The Origin of Species By Means of Natural Selection. Inggris : John Murray.

4 Agama Hindu mempercayai 5 keyakinan ( Panca Srada ) ; brahman, atman, karmapala, reinkarnasi dan moksa.
Moksa ( Sanskerta ), akar kata “ Muc “ bermakna bebas atau membebaskan. Moksa juga dapat disebut mukti, mencapai kebebasan jiwatman atau kebahagiaan ruhani yang langgeng.
Moksa merupakan kepercayaan adanya kebebasan yaitu bersatunya atman dan brahman. Orang yang moksa berarti terbebas dari ikatan keduniawian, bebas dari hukum karma, dan bebas dari penjelmaan kembali ( reinkarnasi ) dan akan mengalamin Sat, Cit, Ananda ( kebenaran, kesadaran dan kebahagiaan ).
( T.G Putra dalam “ Moksa Adalah Pembebasan Atma Dalam Agama Hindhu “, sumber : www.perisada.org ).

5 Sengkalan ( Sanskerta ; Tahun Saka ), Chronogram ( Bahasa Yunani, kronos ; waktu, gramma ; huruf atau aksara ). Bentuk sengkalan ;
  1. Sengkalan Lamba, yaitu peringatan atau penandaan tahun menggunakan kalimat ( huruf )
  2. Sengkalan Memet, yaitu peringatan atau penandaan tahun menggunakan gambar atau patung
Contoh : Sirna ( 0 ) Ilang ( 0 ) Kertaning ( 4 ) Bumi ( 1 )
dibaca 1400 Saka atau 1478 Masehi. Untuk menandai keruntuhan Majapahit. Sengkalan ini termasuk Sengkalan Lamba.
Setiap kata mempunyai watak ( angka ) tersendiri, Lagu Dhandhanggulo ini cukup sebagai titian ingatan ; 
Janma buweng wani tunggal gusti,
Penganten dwi akekanthen asta,
Geni putri katelune,
Papat agawe banyu,
Buta lima amanah angin,
Sad rasa kayu obah,
Wiku pitweng gunung,
Gajah wewolu rumangkang,
Dewa sanga anggeganda trus manjing,
Dhuwur wiyat tanpa das

Watak kalimat juga mengacu pada dasanama ( sinonim ) nya masing – masing.

6 Banyak faktor yang menyebabkan keruntuhan Majapahit, dari faktor internal dan eksternal.
  • Sirna Ilang Kertaning Bumi ( 1400 Saka, 1478 Masehi ) bukan merupakan keruntuhan total Kerajaan Majapahit, melainkan penanda gugurnya Bhre Kertabumi ( Raja ke-11 Majapahit ) oleh penyerangan Girindrawardhana.
  • Penyerbuan Raden Patah yang meruntuhkan Majapahit tersebut ( 1400 Saka ) banyak diambil dari referensi Kitab Darmogandhul tema Sabdopalon. Sedangkan ide cerita Darmagandhul dari Babad Kadhiri.
Simak juga :Novel Sabda Palon ( Kisah Nusantara Yang Disembunyikan ) karangan Damar Shashangka.
  • Dalam Pararaton, Runtuhnya Majapahit justru diserang oleh Samarawijaya dan saudaranya, karena menganggap raja yang berkuasa di Majapahit Dyah Suraprahawa tidak berhak atas tahta. Dyah Suraprahawa adalah adik bungsu raja sebelumnya ( Rajasawardhana ). Rajasawardhana wafat digantikan Girisawardhana, lalu digantikan Dyah Suraprahawa.
Menurut peraturan kerajaan, yang berhak menggantikan raja adalah keturunanya ( anaknya ) dari isteri permaisuri.
Dyah Suraprahawa dan Samarawijaya tewas dalam pertempuran tersebut.
( sumber ; dalam “ Latar belakang Sesungguhnya Keruntuhan Kerajaan Majapahit “,
http ://terungkaplagi.blogspot.com ).
  • Telusuri juga ; Prof. Dr. Nengah Bawa Atmadja, MA. 2010. Genealogi Keruntuhan Majapahit, Islamisasi, Toleransi dan Pemertahanan Agama Hindhu di Bali. Yogya : Pustaka Pelajar.
  • Check dalam Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia Bebas ; Daftar Raja Di Jawa, Majapahit,
7 Banyak versi cerita tentang Prabu Brawijaya V ( yang diyakini sebagai Bhre Kertabumi ), mulai dari menyingkir ke Gunungkidul, Yogyakarta ( sekarang terkenal dengan Pantai Ngobaran ), lalu membakar diri dengan istrinya. Hal ini mungkin sebagai kamuflase agar jejak pelariaannya tak bisa dilacak lagi.
Moksa di Gunung Lawu, bahkan sampai menyeberang ke Bali, Blambangan yang akhirnya di- Islamkan oleh Sunan Kalijaga ( ? ).

8 Terdapat beberapa jalur pendakian Gunung Lawu : Rute Cemoro Kandang ( Tawangmangu, Jawa Tengah ), Cemoro Sewu ( Sarangan, Jawa Timur ), Candi Cetho ( Karanganyar, Tawangmangu, Jawa Tengah ), Tambak ( Jawa Tengah ), Jogorogo ( Jawa Timur ).
Semua rute pendakian mempunyai karakteristik medan, jarak, waktu tempuh yang bervariasi.

9 Mantiq Ut Thair ( Musyawarah Burung ) merupakan karya sastra penyair sufi dari Persia, Fariduddin Attar ( 1132 – 1222 Masehi ). Kisah perjalanan sekumpulan burung yang dipimpin Burung Hud Hud menuju Sang Maharaja Simurg. Simbolisasi pencarian makhluk hidup terhadap Sang Pencipta, sang Penguasa Hidup sejati ( bentuk dari pencarian dan pendakian spiritual ).
by Facebook Comment

Artikel Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar anda akan memperkaya wawasan.