Globalisasi
menawarkan rute – rute mobilitas baru untuk proses perpindahan,
pertukaran, perlintasan berupa gagasan ataupun bersifat material.
Semua bergerak, materi dan non materi. Terlalu sering kita melewati,
berhenti dan berpindah lagi pada sebuah stasiun namun kita hanya
menganggapnya sebatas fisik ( material ) saja.
“
Turun dimana ?! “
Pilpres ( dok : koleksi pribadi, pemberian dari Arai ) |
Perjalananku
ini dimulai dari sebuah '
Republik Amburadul ',
22 Maret – 01 April 2013 menuju Jabodetabek ( minus Bogor ). Saya
tidak kira, akhirnya bisa Kopi
Darat ( Kopdar )
dengan teman – teman yang sebelumnya hanya kenal melalui Jejaring
Media Sosial. Yuni, Arai, Mas Imam, Mas Nur Arif dan Mbak Endah.
Khususnya Mas Imam, aku sudah akrab di darat dulu sebelum di Media
Sosial. Pertemuan aneh dipinggir jalan, sambil ngopi, ngerokok,
mendengarkan musik – musik instrumental dari hand
phone
ku. Ternyata musik membawa kita pada sebentuk relasi persahabatan.
Ketika semua gelombang saling bertangkapan.
“
Dave Koz, Together
Again
“ kata Mas Imam menebak lagu instrumental itu.
“
Yap ! “
Pertemuan
aneh di warung kopi + gorengan pinggir jalan, Cikupa ( Tangerang )
sekitar tahun 2010.
Perjumpaan
dan relasi persahabatan yang diawali dari WWW ( World
Wide Web
), tampaknya lagi menggejala. Model Budaya Web, HTTP ( Hyper
Text Transfer Protocol )
menjerat orang dalam berbagai hubungan yang terus berubah – ubah,
perkaitan sesaat, ikatan sementara, jaringan cyber,
ambiguitas sosial, anarkhi informasi, pekerjaan tak tetap, dominasi
teknologi, dan penipisan tanggung jawab. Orang menjalin hubungan yang
satu lalu pindah ke hubungan yang lain. Orang memperhatikan aliansi
yang ini, kemudian yang itu. Orang memikirkan pola – pola baru,
mengeksplorasi, lantas meninggalkannya. Orang terhela kesini,
kemudian tertarik kesana. Orang tidak tahu pasti akan terbawa kemana
ketika menjelajahi web.
Perpindahan
geografis orang mencapai tingkat kecepatan yang tak terbayangkan oleh
generasi sebelumnya 1.
Mobilitas
seperti ini jika dihadapkan dengan realitas ( bukan Budaya Web ),
sedikit banyak mempunyai korelasi dengan psykologi perkotaan. Atau
bandingkan saja misalnya urbanisasi,
dengan psykologi Orang Udik
( geografis, psykologis )
2.
Bagi
saya, perjalanan ini ( mobilitas ) tak lebih merupakan ; psykologi
orang udik
ketemu psykologi orang
perkotaan3.
“
Media sosial telah menjadi Media Kapital “ kata Yuni disela –
sela pembicaraan kita.
Tampaknya
tidak perlu memperpanjang mobilitas fisik dalam perjalananku kali
ini, karena memang harus ada yang disimpan. Sebagai bukti bahwa kita
telah melakukan perjalanan. Akan lebih baik dipergunakan untuk
berbagi oleh
– oleh (
lagi ) yang saya dapatkan dan kuanggap penting dan mendesak untuk
sekedar dibagikan ( kembali ) ;
- Satu malam aku menginap di tempat Arai ( Manggarai ). Harus kuakui, Arai dan papanya ; Bapak Indra Munazwar ( begitu Arai memanggilnya dengan sebutan ' Papa ' ), seorang pejuang sosial yang tanpa pamrih. Terus berupaya bagaimana Serikat Buruh itu dibangun ( diorganisir, diedukasi ) untuk memperjuangkan hak – haknya ( kesejahteraan sosial ) dalam dinamika politik dan ekonomi dewasa ini.Bagiku persahabatan dengan Arai adalah bentuk pemahaman yang lahir dari berbagai ide dan gagasan. Bagi Arai dan Papanya ( serta setiap orang yang memperjuangkan hal yang sama ), bentuk pemahaman itu berupa ; buruh --- pengusaha --- pemerintah4.
Sudah
sepantasnya lah, orang – orang yang memperjuangkan hal itu mendapat
tempat yang layak di negeri ini.
- Paling lama aku tinggal di Tangerang, kontrakan Mas Imam Marsus. Seorang yang nomaden. Menghabiskan 87 jam 15' 08''. Seorang yang telah menemukan dunianya ( sastra, fotografi dan sosial kemanusiaan ). Orang yang hidup dan dihidupi dari idealismenya. Hanya saja sekarang cenderung bergiat di bidang sosial kemanusiaan dengan mengurusi anak – anak yatim di Yayasan Satu Benih ( Bogor ). Jika orang berfokus pada tujuan sosial, kemasyarakatan dan kemanusiaan, hidupnya akan tercukupi ( material dan non material ). Kita harus mengalaminya sendiri untuk dapat mempercayainya. Aku sangat menikmati ketika tidur beralaskan selembar Tikar Pandan ( hari itu Mas Imam pergi ke Bogor ), sambil mendengarkan musik – musik klasik dari computer ditambah sound yang manteb ( walaupun lirih karena sudah malam ), waktu seolah menjadi mewah. Seperti menuntun kembali pada suasana pedesaannya Bibhutibhushan Banerji dalam Pater Panchali.Persahabatan kami begitu nJawani ( asal Mas Imam dipinggiran Purwokerto ), setidaknya bentuk ini yang saya rasakan.“ Ajari anak – anak yatim untuk menulis kisahnya, mas “ lanjutku sambil pamitan.
- Mas Nur Arif, benar – benar sang pendongeng sejati !. Beberapa inti dari perkataannya kutemukan kembali pada Buku “ Pilpres
PresidenAbal – Abal Republik Amburadul “ dan “ Antara Tasawuf Sunni dan Tasawuf Falsafi ; Akar Tasawuf di Indonesia “.Akar Tasawuf Di Indonesia ( dok : koleksi pribadi,
pemberian dari Endah )
- Yuni dan Mbak Endah, jika saya ceritakan akan banyak menyita ruang dan waktu. Biarlah waktu yang akan menceritakan ulang.
Dari
pengalaman tersebut, sejenak saya perlu untuk merenungkan mengenai
relasi persahabatan.
- Persahabatan yang didasari atas kesamaan, kecocokan ( ide, gagasan, hobby, profesi, wilayah, ras, suku, agama, nasib, dan lainnya ) dengan mencampurkan hubungan privat masing – masing.
- Persahabatan yang didasari atas kesamaan, kecocokan ( ide, gagasan, hobby, profesi, wilayah, ras, suku, agama, nasib, dan lainnya ) dengan memberi garis tegas antara persahabatan dan hubungan privat masing – masing.
- Persahabatan ( relasi ) yang didasari suatu kepentingan tertentu, bisa bersifat sementara, permanen ataupun keterpaksaan.Pas kiranya jika relasi ini disangkutkan politik dengan frasa “ Tidak ada kawan dan lawan yang abadi, yang ada hanya kepentingan abadi “.
- Bersahabat just having fun saja.
- Hubungan relasi persahabatan merupakan proses awal penjajakan untuk membangun hubungan yang lebih serius.Dengan nada yang agak sinis, bolehlah mengatakan ; ' teman makan teman '. Definisi dari pengertian ini tergantung dari setiap individu yang menjalaninya. Tipe ini bisa merupakan perkembangan dari no.1.
- Bersahabat karena memang ingin menjalin persahabatan, karena pada dasarnya manusia merupakan makhluk sosial, berkelompok, berelasi dan berkomunikasi.
- Percampuran dan turunan dari ke-6 tipe tersebut.
Dalam
suasana serius tapi santai, relasi ini juga dapat dibedakan melalui
jarak ; dekat ( geografis dan atau psykologis ), menengah, hubungan
jarak jauh ( geografis, bahkan bersifat imajiner --- saking jauh tak
terjangkaunya --- barangkali ), dan hubungan yang menjaga jarak.
Terminologi
dalam Bahasa Indonesia pun mempunyai sinonim yang beragam mengenai
ikatan relasi ini, sebut saja ; teman, sahabat, sobat, karib, kawan,
rekan, saudara, dan lainnya.
Bersahabat
bagiku adalah berbagi pemahaman, menghargai pribadi masing –
masing. Saya tak perlu merasa paling hebat karena prinsip hidupku
dengan berpikir bahwa orang lain pasti tidak akan bisa memahaminya.
Terlalu sombong dan kekanakan !.
… Bartleff
menyandarkan diri ke kusen kamar mandi dan tersenyum, “ Aku
memahami kamu dan aku tidak akan berusaha mengubah pikiranmu. Aku
terlalu tua untuk mengambil tugas memperbaiki dunia. Aku telah
memberikan pendapatku, dan, ya seperti itu. Aku akan tetap menjadi
temanmu bahkan bila kamu mengabaikan nasihatku, dan aku akan
membantumu bahkan bila aku tidak setuju denganmu “ ( Farewell Party
by Milan Kundera, halaman 38 ).
Hal
paling mengasyikkan ketika saling bertemu, salah satunya adalah
barter
dan berbagi buku sebagai cindera mata ( seperti acara Kick Andy saja,
berbagi buku ). Bagiku membaca dan menulis adalah jantung kedua.
Bagian
awal kisah ini kutulis di rumah temanku ( Sigit ), Kota
Bekasi. Sedangkan bagian akhir, kuselesaikan di Jogja, waktu hujan
semakin menggila. Tampaknya memang, ' pembacaan ' ini harus diakhiri
pada moment ' hujan '. Kehujanan, keblasuk,
waktu di angkot,
tak pernah kulupakan !.
Samar
– samar terdengar suara Dhalang
memainkan
lakon5, menceritakan karakter masing – masing sekuen demi
sekuen. Musik – musik dari ruang terjauh, mendekat. Kadang kala ada
cerita yang harus disimpan, cerita yang tersembunyi itu butuh
pemahaman.
( Bersambung )
“ Semoga
pikiran yang baik datang dari segala arah “
Bekasi
– Jogja, 30 Maret dan 07 April 2013.
Catatan
Akhir “ Tiga Sekawan Mencari Wayang “
1
Pasca-
Intelektualisme, Budaya Web ( terjemahan Landung Simatupang ),
dicuplik dan diterjemahkan dari Donald N. Wood, Post-Intellectualism
and The Decline of Democracy The Failure of Reason and Responsibility
in Twentieth Century. West Port, Connecticut, London : PRAEGER, 1996,
halaman 3 – 8.
2
Jika
garis geografis dan psykologis itu ditarik menuju tempat asal ( Jogja
), konsep tata kota Jogja adalah Catur Gatra Tunggal. Meliputi Kraton
( pusat pemerintahan, cagar budaya ), Alun – alun, lapangan (
Public space ), Masjid ( hubungan spiritual ), Pasar ( pasar
tradisional, pusat ekonomi, ekonomi yang berbasis kerakyatan ).
Mulai
dari sinilah ( tempat asal ) kita akan mencoba memahami diri ( secara
geografis, psykologis ) untuk belajar beradaptasi dengan lingkungan
lain secara menyeluruh.
3
Tim
American Psychological Association ( APA ) bahkan menganjurkan
perlunya dikembangkan Psikologi Perkotaan ( Urban
Psychology
). Kemajuan di perkotaan ternyata telah membawa juga bersamanya
alienasi manusia modern dari dirinya sendiri. Pada puncaknya, hal ini
meningkatkan anxiety,
depresi dan problem – problem mental psikologis lainnya.
Kekosongan yang dirasakan justru ketika manusia telah mencapai
kemakmuran material, seolah menganjurkan betapa kebahagiaan
sesungguhnya tidak terletak disana, melainkan dibagian lain yang
lebih bersifat ruhani ( spiritual ).
Kondisi
seperti itu dalam perkembangannya disebut Urban
Sufism
( Sufisme Perkotaan ).
(
Shihab, Alwi, 2009. Antara
Tasawuf Suni dan Tasawuf Falsafi Akar Tasawuf Di Indonesia,
diterjemahkan oleh Muhammad Nursamad dari Al
Tashawwuf al Islami wa Atsaruhu fi Al Tashawwuf Al Indunisi al
Mu'ashir.
Depok : Pustaka IIman, h.x – xi ).
4
Belajar dari pengalaman bangsa – bangsa lain di dunia menjadi
penting, agar pikiran kita terbuka.
Hugo
Chavez ketika mendapatkan kesempatan pidato pada sidang PBB dihadapan
kepala negara seluruh dunia, mengacungkan Buku Noam Chomsky berjudul
Necessary
Illusions.
Chavez mengatakan semua kepala negara wajib hukumnya memahami isi
buku ini agar tidak menjadi boneka kepentingan – kepentingan diluar
rakyatnya. Chavez menunjukkan keberanian untuk menasionalisasi
tambang – tambang yang tadinya dikuasai asing untuk menyejahterakan
rakyatnya.
China
mengambil satu model yang awalnya tidak menganut hukum “
supply and demand “
sebagaimana sistem kapitalisme. Yang penting bagi China adalah
bagaimana ia mengatur semua rakyatnya bekerja dari jam tujuh sampai
jam lima. China pun terbukti bisa memproduksi barang apapun mulai
dari peniti sampai satelit dengan tidak ikut model mekanisme pasar.
Rakyatnya --- lebih dari 1,5 miliar --- makan semua. Kesehatan
ditanggung negara. Pendidikan semua gratis. Semua anak sekolah. Semua
rakyatnya bekerja.
Kalau
China menerapkan sistem kompetisi bebas, seperti negara – negara
barat, rakyat China bisa mati bunuh – bunuhan hanya untuk sekedar
cari makan. Hun Jin Tao, berhasil memimpin RRC dengan menguasai 86 %
perusahaan yang terdaftar di 10 beasar pasar uang dunia, yakni
perusahaan – perusahaan China yang terdaftar diberbagai dunia.
Dengan cara ini, China berhasil mengeruk devisa hampir 2 Triliun
Dolar AS.
Prinsip
PM Thaksin Shinawatra sejalan dengan prinsip PM Mahathir Mohammad
dalam melihat peran negara. “ Negara punya segalanya. Punya sumber
daya, punya rakyat, bisa membuat aturan, dll. Mengapa bisa tersisih
oleh peran korporasi global dan nasional yang hanya mementingkan
sedikit orang ?. Maka negara harus bisa berperan sebagaimana
korporasi global atas nama kepentingan rakyat “.
Lalu
dimana salahnya Indonesia ?. Indonesia tidak punya pilihan karena
sisitem lama yang digunakan adalah jebakan internasional ala IMF (
International Monetery Fund ).
ini
soal pemilihan model ekonomi.
(
Massardi, Adhie M, et
al.
2011. Pilpres
Abal - Abal Republik Amburadul.
Jakarta : Republika Penerbit, h. ix – x ).
5
Teks Centini V, 349-367
- Ing atitah kita puniki kawengku / ring budi diri ning urip / punapa kang kita temu/
puniku
lakon ing ringgit / kita piambak katongton //
Demikianlah
kita, makhluk – makhluk dikuasai budi, oleh kehidupan sendiri.
Segala
sesuatu yang kita alami ialah lakon pertunjukan Wayang. Kita
sendirilah tontonanya.
- Kang anonton dadya saksi ning tumuwuh / awon ( pe )neding rageki / suwur titi ning andulu / miteni solah ing urip / samya anandang lalakon //
Penonton
menjadi saksi mengenai segala sesuatu yang hidup. Baik buruknya badan
badan bagi penonton yang melihat dengan saksama dan jauh sekitarnya
bagaimana hidup itu menampilkan diri, hanya berwujud mengalami
secara pasif skema peristiwa yang sudah pasti ( lalakon ).
- Lalakon, bisa juga diartikan lelakon ( interpretasi pribadi, Panji ).
(
Zoetmulder, PJ. 2000. Manunggaling
Kawula Gusti, Pantheisme dan Monisme Dalam Satra Suluk Jawa.
Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, h. 290 & 294 ).
Zoetmulder
sendiri menambahkan catatan pada terjemahan teks – teks Jawa untuk
mempertanggung jawabkan terjemahannya dalam Bahasa Belanda.
Bait
39
Seksi
ning tumuwuh.
Mungkin dimaksudkan Tuhan sendiri. Disini lalu dapat dibayangkan
suatu gambaran seperti tercantum pada hlm. 301 ; Hyang Suksma
bertindak sebagai tuan rumah. Tetapi perlu kita lalu membedakan
antara “
kang anonton “
disini dan “
kang andulu “
dalam bab berikut.
“ Seksi
ing tumuwuh “
dalam arti Tuhan rupanya juga dapat dibaca dalam Serat Rama, terbitan
Bale Pustaka II, hlm. 22, “
Langit maksih ngauban / seksi ing tumuwuh “.
(
Zoetmulder, PJ. Ibid.,
h. 422 ).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar anda akan memperkaya wawasan.