Social Icons

Sabtu, 20 Oktober 2012

SISKAMLING ( Sistem Keamanan Lingkungan )


Ketika menyimak lagi Film Indonesia tempo dulu, ada beberapa adegan wajib. Selain gadis mencuci pakaian di sungai, juga ronda malam di kampung. Beberapa lelaki berkalung sarung, membawa kenthongan, senjata tajam dan senter sedang berkeliling kampung atau mangkal di Pos Kamling. Lain halnya jika setting film itu di kota atau perumahan. Tugas menjaga keamanan lingkungan diwakilkan kepada seorang Hansip ( Pertahanan Sipil ). Biasanya berseragam Hijau – Hijau membawa senter dan pentungan. Berkeliling ke lingkungan sekitar dan mangkalnya tetap di Pos Kamling.
Keamanan lingkungan adalah tanggung jawab bersama. Bukan hanya tugas TNI POLRI ataupun aparat keamanan lainnya. Walaupun akhir – akhir ini, polisi sebagai pelindung dan pengayom masyarakat sudah mulai luntur. Padahal zaman kemerdekaan, sistem pertahanan antara rakyat dan tentara terjalin begitu kompak. TKR ( Tentara Keamanan Rakyat ) dan BKR ( Badan Keamanan Rakyat ), artinya rakyat mendapat prioritas rasa aman. Terbebas dari rasa takut.
Di tingkat Polisi Pamong Praja pun kerap terjadi bentrok dengan masyarakat, dan lagi – lagi kurang mengedepankan pendekatan persuasif. Sengketa tanah, penertiban – penertiban di suatu daerah. Seolah rakyat selalu dihadap – hadapkan secara terbuka dengan aparat keamanan oleh pemerintah penguasa.
Hal itu sering terjadi ketika demo digelar untuk menentang suatu kebijakan ataupun sekedar menyalurkan aspirasi.
Lalu apa yang harus dilindungi ; negara yang merupakan teritori, negara yang mengacu pada pemerintah yang sedang berkuasa, ataupun rakyat yang merupakan warga negara karena tanpa warga, suatu teritori belum bisa disebut sebagai negara ?!.

SISKAMLING ( Sistem Keamanan Lingkungan ) di kampung dilakukan dengan asas kebersamaan dan kegotong royongan. Berfungsi menjaga keamanan lingkungan dan kewaspadaan terhadap bahaya ( pencurian, kebakaran, bencana alam dan lain – lain ). Siskamling atau yang biasa disebut ronda sudah menjadi kebiasaan, bahkan terjadwal rutin. Ada 2 tipe Siskamling yang berkembang di pedesaan
  1. Sistem Sentral
Anggota peronda terdiri dari 1 RT atau 1 kampung. Pos Kamlingnya berada di rumah salah satu penduduk sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Setelah tengah malam, peronda berkeliling lingkungan sekitar.
  1. Pos Kamling
Anggota peronda terdiri dari 1 RT atau 1 kampung. Kegiatan sudah tidak lagi tersentral di rumah salah satu penduduk melainkan di Pos Kamling ( gardu ronda ). Sebuah pos ( gardu ) yang sengaja dibuat untuk tempat jaga. Dibangun di tempat – tempat strategis di sekitar kampung. Satu kampung bisa memiliki beberapa Pos Kamling.
Setelah tengah malam, peronda berkeliling lingkungan sekitar.

Selain berfungsi sebagai sistem keamanan lingkungan, ronda juga mempunyai nilai sosial, ekonomi dan budaya.
Sebagai bukti bahwa para peronda telah melaksanakan tugasnya berkeliling kampung memantau keamanan adalah dengan mengambil Jimpitan. Jimpitan lalu dikumpulkan di pos ronda atau rumah penduduk yang mendapat giliran menjadi pos ronda ( Sistem Sentral ). Jimpitan merupakan segenggam beras yang ditaruh di depan rumah masing – masing penduduk setiap malam. Beras Jimpitan yang terkumpul kemudian dijual untuk keperluan Kas RT. Dibelikan barang – barang pecah belah ( piring, gelas, nampan ) atau barang umum untuk keperluan bersama ( Seng lembaran, meja, kursi ).
Di beberapa daerah Model Jimpitan dibuat lebih praktis. Bukan lagi segenggam beras melainkan diganti dengan uang recehan.
Setiap RT dalam 1 kampung mempunyai jadwal ronda tersendiri. Kebersamaan ronda terlihat dalam main kartu dan arisan. Arisan yang dikelola meliputi kegiatan simpan pinjam. Walaupun lebih besar pinjaman daripada simpanan.




Kenthongan adalah alat dari kayu atau bambu yang dilubangi ( rongga ), jika dipukul akan menimbulkan suara. Pada mulanya kenthongan berfungsi sebagai alat komunikasa. Melainkan juga menunjukkan strata sosial pemiliknya. Kenthongan paling besar diletakkan di Balai Desa ( Lurah ), Kadus dan yang terkecil di rumah – rumah warga ataupun pos ronda. Aturan tidak tertulis tersebut masih ditaati sampai sekarang. Walaupun alat komunikasi semakin canggih.
kenthongan, kenthongan sebagai EWS, Sistem Keamanan Lingkungan, Early Warning sistem, Ronda, Sandi Bunyi Kenthongan
Kenthongan

Kenthongan sebagai alat komunikasi mempunyai sandi suara yang telah disepakati bersama. Setiap daerah mungkin saja berbeda tentang sandi suara kenthongan. Khususnya Jawa, ada beberapa penggolongan sandi suara ;

  1. Doro Muluk ( Burung Dara yang terbang secara vertikal )
Menandakan ada warga yang meninggal dunia. Dibunyikan 3 kali jika yang meninggal dewasa dan 2 kali jika yang meninggal anak – anak.
  1. Titir
Memberitahukan ada bahaya yang butuh pertolongan warga segera ( pencurian, kebakaran, bencana alam, dll ).

  1. Kenthong Sepisan
Menginstruksikan warga berkumpul untuk musyawarah atau kerja bhakti.
  1. Sambang
Dibunyikan menjelang tengah malam. Mengabarkan kurang lebihnya bahwa masih ada orang yang berjaga atau belum tidur. Biasanya akan disambut Sambang dari warga lain yang belum tidur.
  1. Gobyog
Dibunyikan pada masa – masa tertentu dalam perhitungan Bulan Jawa. Tidak jelas fungsinya, mungkin hanya sebagai penanda waktu.

Hidup di wilayah Cincin Api merupakan bencana1 sekaligus berkah. Bencana tidak akan menjadi bencana, jika semua komponen siap menghadapinya. Hal paling logis yang bisa dilakukan adalah dengan mengurangi risiko bencana. Salah satunya dengan mensosialisasikan Early Warning System ( EWS ).
Kenthongan sebagai alat komunikasi yang praktis, murah dapat menjadi alternatif EWS. Jangkauannya akan meluas jika dibunyikan terus – menerus dan sambung – menyambung. Pada saat bencana sering terjadi pemutusan arus listrik yang mengakibatkan teknologi tidak berfungsi sementara waktu.
Dalam kasus Erupsi Merapi2 dan daerah – daerah terpencil yang rawan bencana alam apalagi belum tersentuh teknologi, kenthongan menjadi EWS yang efektif. Bukan hanya tanda peringatan dini melainkan sampai pada pengelolaan evakuasi warga.
Bencana bisa terjadi dimanapun, kapanpun, untuk itulah Siskamling ( ronda ) yang terjadwal rutin berfungsi sebagai kewaspadaan. Penggunaan EWS dengan teknologi canggih, komunikasi Media Elektronik dan simulasi bencana terhadap warga di daerah rawan mutlak diperlukan sebagai upaya mitigasi bencana3.

EWS, Siaga Bencana, Siskamling untuk kewaspadaan
Tsunami Early Warning System for Indonesia


Bantul, 03 Juli 2012.





1 Bencana ( Disasters ) adalah kerusakan yang serius akibat fenomena alam luar biasa dan atau disebabkan oleh ulah manusia yang menyebabkan timbulnya korban jiwa, kerugian material dan kerusakan lingkungan yang dampaknya melampaui kemampuan masyarakat setempat untuk mengatasinya dan membutuhkan bantuan dari luar.
Disasters terdiri dari 2 komponen ;

A. Bahaya ( Hazards )

Fenomena alam yang luar biasa berpotensi merusak atau mengancam kehidupan manusia, kehilangan harta benda, kehilangan mata pencaharian dan kerusakan lingkungan. Misal ; tanah longsor, banjir, gempa bumi, kebakaran, letusan gunung api, dll.

B. Kerentanan ( Vulnerability )

Keadaan atau kondisi yang dapat mengurangi kemampuan masyarakat untuk mempersiapkan diri menghadapi bahaya atau ancaman bencana.

Risiko adalah kemungkinan dampak yang merugikan yang diakibatkan oleh Hazards dan atau Vulnerability.
Bencana = Bahaya X Kerentanan

( Sumber : Pengantar Manajemen Penanganan Bencana. Materi 7 Pelatihan KSR Dasar, PMI Bantul, DIY ).

2 Daerah pedesaan disekitar Merapi yang berlereng – lereng mempermudah resonansi gelombang suara untuk dapat diterima ke daerah – daerah yang lebih rendah.
Mungkin daerah yang dekat dengan Merapi ( Dusun Kali Tengah Lor, Kali Tengah Kidul, Kinahrejo ) hanya sempat memberikan tanda bahaya, namun daerah dibawahnya ( lainnya ) cukup mempunyai waktu untuk evakuasi.

3 Mitigasi merupakan serangkaian tindakan yang dilakukan sejak dari awal untuk menghadapi suatu peristiwa alam-- dengan mengurangi atau meminimalkan dampak peristiwa alam tersebut terhadap kelangsungan hidup manusia dan lingkungan hidupnya ( struktural ) ; upaya penyadaran masyarakat terhadap potensi dan kerawanan lingkungan dimana mereka berada, sehingga dapat mengelola upaya kesiap siagaan bencana.

( Sumber : Pengantar Manajemen Penanganan Bencana. Materi 7 Pelatihan KSR Dasar, PMI Bantul, DIY ).

Kenthongan sebagai EWS mempunyai sandi suara yang telah disepakati bersama. Tidak harus kenthongan, dalam keadaan darurat benda apapun yang bisa dibunyikan cukup sebagai tanda peringatan. Langkah – langkah sederhana meliputi ;

A. Bunyi kenthongan pertama ( sesuai kesepakatan ) sebagai tanda bahaya.

Para Ketua RT berkumpul di tempat yang aman. Merupakan titik kumpul evakuasi. Ketua RT bertanggung jawab terhadap keselamatan warga RT masing - masing. Yang didahulukan adalah warga rentan ( Orang jompo, ibu hamil, anak – anak, orang cacat ).

B. Bunyi kenthongan kedua, seluruh warga berkumpul di tempat aman. Alat transportasi untuk evakuasi telah dipersiapkan.

C. Evakuasi

Alat transportasi ( Mobil, truk, pick up, dll ), jalur evakuasi telah dipersiapkan sebelumnya.
Daerah yang aman yang merupakan titik kumpul diusahakan berada di perbatasan desa untuk mempermudah akses keluar desa ( menuju barak pengungsian, penampungan yang telah disiapkan pemerintah setempat ).
Transportasi bisa dari warga ataupun menghubungi pihak – pihak terkait ( PMI, Kepolisian, Pemda, SAR, dll ). Jeda waktu dalam setiap langkah berlangsung cepat dan terkoordinir. Untuk itulah simulasi bencana terhadap warga perlu dilatih sebelumnya.
Jangan sampai tanda bahaya ( Kenthongan, sirine, bunyi – bunyian ataupun sumber informasi lainnya ) menimbulkan dampak phsykologis.

by Facebook Comment

Artikel Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar anda akan memperkaya wawasan.