Social Icons

Rabu, 07 Januari 2015

Capung; Anak-Anak Kita Lupa Berimajinasi



Dulu, saya menyebutnya dulu, anak-anak desa asyik bermain dengan capung (Kinjeng, ada yang menyebutnya Te erok), mendandaninya dengan kertas, seolah kertas itu sayap tambahan. Biar terbangnya rendah. Juga mengikat ekornya dengan benang jahit, agar terbangnya bisa dikendalikan ataupun beradu terbang dengan yang lainnya. Tetapi mereka hanya berniat bermain, bukan mempermainkan binatang. Tapi kejadiannya memang begitu.
Ada rasa "wah" yang sangat ketika mengendap-endap dari belakang menangkap ekor capung. Kecepatan dan ketepatan, ngencup Kinjeng kata anak desa. Cukup dengan dua jari tangan, jempol dan telunjuk. Kinjeng dan alam. Suara Kinjeng Tangis menandakan akan datangnya musim kemarau.

Kinjeng
Gb. 2. Te erok
Anak-anak negeri ini telah lupa, bahwa reformasi menghilangkan (setidaknya mengarah kesitu) capung-capung itu. Apa capung-capung itu berevolusi morfologi?!.
Yang jelas bermetamorfosis. Aku sudah jarang lihat anak-anak bermain capung di pedesaan.
"Mungkin segalanya telah dewasa" katanya.
Hmm,... bukan sesuatu yang penting. Tapi mari bebaskan anak-anak itu dari ketakutan untuk berimajinasi. Terbang mengawang. Berimajinasi dan meneliti tentang hewan, tumbuhan, dan alam sekitar. Keasyikan bermain dan mempelajari hal-hal baru ataupun lama yang dimaknai secara menyeluruh. 
Namun aku masih lihat, dengar, dan rasa euforia menangkap capung itu.
Ah, inderawiku sedang tidak beres.










Diambil dari status Facebook Panji Cybersufi dengan revisi seperlunya, 24 Juli 2014.
by Facebook Comment

Artikel Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar anda akan memperkaya wawasan.