Social Icons

Senin, 13 Mei 2013

Pesantren : Embrio Nahdhatul Ulama II



Pondok Pesantren modern, Pesantren di Indonesia
Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri.
Moment Muktamar Situbondo itu disamping disambut dengan suka-cita oleh segenap kaum Nahdliyin, juga oleh pemerintahan rezim Orde Baru yang untuk sementara bisa bernafas lega karena NU sebagai organisasi massa yang mempunyai pengikut lebih dari Empat Puluh Juta orang telah menyatakan tidak berpolitik praktis. Itu berarti, harapan bagi partai utama pendukung pemerintah waktu itu yaitu Partai Golkar untuk dapat meraih suara lebih banyak dari warga NU yang otomatis menjadi massa mengambang ( floating mass ) karena NU telah memisahkan diri dengan PPP.
Andree Feillard, seoarng pengamat NU, menyebut peristiwa itu sebagai momen rekonsolidasi organisasi NU yang membentuk pola hubungan yang lebih baik antara NU dan pemerintah. ( Andree Feillard, NU vis-a-vis Negara, Lkis Yogyakarta, 1999 )
Tetapi, kelegaan rezim Soeharto tidak berlangsung lama. NU kembali terasa menjadi kekuatan oposisi utama terhadap rezim Orde Baru. Para ulama dan massa NU di bawah pimpinan Gus Dur kembali terlihat sebagai kekuatan kritis yang berani mengambil resiko dengan bersikap vokal kepada berbagai kebijakan praktik politik rezim Soeharto yang otoriter. NU di bawah Gus Dur justru malah semakin kuat menjadi kelompok penekan yang mendapat dukungan dari massa NU yang tersebar di seluruh Indonesia. Dukungan terhadap Gus Dur bukan hanya datang dari warga NU dengan para ulama dan pesantrennya serta tokoh-tokoh pro demokrasi, tetapi juga dari kelompok - kelompok minoritas dari agama lain yang ada di Indonesia. Gus Dur adalah tokoh penganjur pluralisme dan toleransi umat beragama.

NU dengan massa yang amat besar jumlahnya, menjadi backing utama gerakan civil society yang dikomando oleh Gus Dur. Sepak - terjang Gus Dur bersama tokoh - tokoh pro demokrasi di tahun 1991 yang mendirikan Forum Demokrasi ( sebagai kekuatan tandingan terbentuknya ICMI – Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia --- oleh para tokoh Islam yang berhasil diperalat rezim Orde Baru ) dirasakan semakin mengancam kedudukan Soeharto. Dengan berbagai cara Soeharto terus menekan Gus Dur. Tetapi, Gus Dur tetap kukuh melaju sebagai tokoh demokrasi sehingga akhirnya gerakan pro demokrasi yang didukung rakyat berhasil mengakhiri dominasi kekuasaan Orde Baru.
Berakhirnya kekuasaan Soeharto menjadikan pintu masuk proses demokratisasi di Indonesia yang selama ini diperjuangkan Gus Dur menjadi semakin terbuka. Hal itu pula dapat menjadi contoh sebuah kilas - balik perjalanan pemerintahan di Indonesia sejak era dimulainya kerajaan Islam di pulau Jawa yang nantinya berpengaruh amat besar bagi terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia modern yang demokratis.

Pernah ada keadaan di mana para ulama mengambil peran sangat signifikan dalam kehidupan negara dan pemerintahan, yaitu di masa awal berdirinya Kerajaan Demak Bintoro di tahun 1478 M. Ketika itu, musyawarah Wali Songo sepakat mengangkat Raden Fattah, yang merupakan keturunan Brawijaya Raja Majapahit, menjadi sultan di Kerajaan Demak. Dalam perjalannya, pemerintahan Kerajaan Demak dipandang telah berhasil mencerminkan ciri - ciri negara demokrasi karena dalam memerintah, raja diangkat, diawasi dan dikontrol oleh Wali Songo sebagai pihak otonom yang dipercaya dapat menampung aspirasi rakyat. Raja selalu berkonsultasi kepada para ulama, terutama kepada Wali Songo dalam memutuskan hukum yang ada. Sistem pemerintahan demikian, dengan sendirinya telah mencerminkan “ substansi ” sistem pemerintahan demokrasi modern, yaitu adanya keseimbangan antara kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif5.
Oleh karena itu, tidaklah aneh bila ada sementara ahli yang berpendapat bahwa sistem pemerintahan Kerajaan Demak Bintoro adalah sistem pemerintahan paling demokratis yang pernah ada di Indonesia, bahkan bila dibandingkan dengan sistem pemerintahan Indonesia modern era Orde Lama di bawah kepemimpinan Bung Karno dan era Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto. ( WS. Rendra : Teks Pidato Kebudayaan di Taman Ismail Marzuki tahun 1995 ).
Baru di tahun 1999, sistem demokrasi kembali benar - benar berjalan dengan ditandai pemilihan presiden paling demokratis setelah sekian lama Indonesia berdiri, dengan terpilihnya seorang presiden yang juga ketua NU yang bernama KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.
Dalam hal ini, bila kita mengacu kepada pemikiran WS. Rendra di atas tersebut, dengan mudah dapat disimpulkan bahwa pemerintahan paling demokratis di Indonesia adalah pada masa pemerintahan kerajaan Demak yang dikontrol oleh para ulama di tahun 1478 M sampai vakum selama Lima Ratus Tahun kemudian hingga munculnya Gus Dur sebagai presiden pertama yang diangkat secara paling demokratis dalam sejarah berdirinya negara Indonesia modern.
Raden Fattah dan KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur adalah contoh figur seorang santri pesantren yang kemudian masing - masing menjadi seorang raja dan presiden. Raden Fattah adalah keturunan Majapahit yang belajar agama di pesantren Sunan Giri di Gresik. Sementara, Gus Dur adalah cucu pendiri NU, KH. Hasyim Asy’ ari yang waktu mudanya menjadi santri di pesantren Krapyak, Tegalrejo serta Tambak Beras, Jombang. Raden Fattah adalah peletak dasar kerajaan Islam di Pulau Jawa. Sementara Gus Dur, disamping sebagai seorang ulama juga adalah tokoh demokrasi, Hak Asasi Manusia ( HAM ), humanisme dan pluralisme yang paling penting dalam sejarah Indonesia.
Pergulatan pemikiran para kyai NU yang telah berhasil menghasilkan rumusan - rumusan pemikiran jauh ke depan dalam bidang kenegaraan dalam hubungannya dengan tanggapan terhadap nilai - nilai baru seperti demokrasi, HAM, pluralisme, humanisme dan berbagai isme - isme mutahir lainnya seperti contoh di atas itu, adalah hasil kajian terus menerus teks - teks Islam klasik dalam upaya mencari dasar jawaban berbagai macam produk pemikiran mutahir. Bermula dari upaya menyandingkan kaidah fikih secara harmonis dengan produk budaya lokal yang telah mapan, kemudian melahirkan gerakan kultural yang amat progresif sehingga melahirkan lompatan - lompatan gagasan yang brilian. Dengan demikian, semangat kultural NU yang mendasari gerakan da’ wah semakin mudah diterima keberadaannya di masyarakat Indonesia yang amat plural dan beragam.
Apa yang mendasari semangat para ulama NU dalam mengkaji permasalahan agama di satu sisi serta produk budaya masyarakat tertentu di sisi lain, adalah semangat kearifan mengambil kemaslahatan dalam setiap dilema permasalahan yang ada serta memakai salah satu kaidah logika: konteks sangat menentukan bangunan hukum yang akan terbentuk.
Ibnu Abididin di dalam risalahnya Nasir al-‘Urf Fiy Ma Bana Min al-Ahkam ‘Ala al -‘Urf ( Penyebaran Tradisi dalam Hukum - hukum yang Dibangun Berdasarkan Tradisi ) mengatakan : “ Banyak sekali hukum - hukum berubah oleh karena perubahan zaman yang disebabkan perubahan tradisi masyarakatnya, atau karena terjadinya kedaruratan atau karena rusaknya generasi suatu zaman. Di mana jika hukum tetap sebagaimana apa yang ada sebelumnya, maka akan terjadi kesulitan dan kerusakan di tengah masyarakat. Dan, akan menyalahi kaidah - kaidah syariat yang dibangun di atas asas peringanan dan pemudahan dan menghindari kerusakan dan kerugian ”. ( Dikutip dari Jurnal Tashwirul Afkar PP Lakpesdam NU ).
Teks - teks seperti itu adalah salah satu contoh kaidah yang sering dipakai oleh para ulama dan menjadi pergulatan pemikiran para santri di pesantren sehingga kemudian lahirlah banyak sekali pemikiran yang mendasari keputusan dalam konteks kenegaraan, sosial, politik maupun kebudayaan. Tradisi yang terasa dinamis dan progresif itu menemukan masa puncaknya sejak NU dipimpin oleh Gus Dur. Di bawah kepemimpinan Gus Dur, telah lahir tokoh - tokoh ulama sekaligus intelektual NU yang berlatar belakang pesantren seperti KH. Said Agil Siradj, KH. Masdar F. Mas’ udi, KH. Muhammad Hussein maupun tokoh - tokoh yang lebih muda seperti Ulil Abshar Abdalla6, Zuhairi Misrawi dan lainnya yang telah siap membentengi NU dari arus tradisi pemikiran dan filsafat barat kontemporer yang semakin menjauh dari nilai - nilai Islam.
Pemikiran - pemikiran mereka yang humanis dan membumi, semakin menguatkan posisi NU sebagai pengawal Pancasila dan UUD 45 sebagai falsafah dan dasar hukum utama Negara Republik Indonesia.
Para ulama NU telah menyatakan bahwa Pancasila adalah dasar negara Republik Indonesia secara final.
Ulama, pesantren, intelektual serta massa NU adalah penjaga utama kehidupan bernegara yang kini kadang terasa terancam oleh banyaknya gerakan - gerakan yang bertujuan memecah - belah NKRI dengan berbagai macam alasan, termasuk salah satunya ancaman radikalisme dan terorisme dari gerakan - gerakan Islam garis keras7 yang sering membuat kekacauan dengan mengatas-namakan agama.


Tangerang, 22 April 2010.

( Diadaptasi dari Tulisan “ Pesantren : Embrio Nahdhatul Ulama, Organisasi Islam Terbesar di Dunia “ Oleh : Imam Marsus, dengan tambahan footnote oleh Panji Cybersufi sebagai tambahan informasi ).


Catatan Akhir “ PESANTREN : EMBRIO NAHDHATUL ULAMA II “

1 Pasca wafatnya Rasulullah SAW, kepemimpinan umat Islam diteruskan oleh Khulafaurrosyidin ( Abu Bakar, Umar Bin Khattab, Utsman Bin Affan dan Ali Bin Abi Tholib ).
Kekhalifahan Abu Bakar berdasarkan ijma' ( konsensus ) sahabat ( Dhiya' ad-Din ar-Rais, Islam dan Khilafah : Kritik Terhadap Buku Khilafah dan Pemerintahan Dalam Islam Ali Abdur Raziq. Terjemahan Thohiruddin Lubis. Bandung : Pustaka, 1985, h. 172 ).
Pengangkatan Abu Bakar menjadi khalifah merupakan awal terbentuknya pemerintahan model khilafah dalam sejarah Islam. Ia disebut lembaga pengganti kenabian dalam memelihara urusan agama dan mengatur urusan dunia untuk meneruskan pemerintahan Negara Madinah yang terbentuk di masa Nabi SAW ( J. Syuthi Pulungan, Fiqh Siyasah : Ajarah, Sejarah dan Pemikiran, h.102. Muhammad Yusuf Musa, Politik dan Negara Dalam Islam, h.99 – 106 ).
Sesuai dengan pesan tertulis yang didiktekan kepada Utsman Bin Affan, sepeninggal Abu Bakar, Umar Bin Khattab dikukuhkan sebagai khalifah ke-2 dalam suatu baiat umum dan terbuka di Masjid Nabawi ( Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara : Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, h.23 -25 ).
Utsman Bin Affan menjadi khalifah dipilih oleh kalangan sahabat senior yang telah ditentukan oleh Umar sebelum wafat, untuk memilih salah satu diantara mereka menjadi khalifah, yakni Ali Bin Abi Tholib, Utsman Bin Affan, Sa'ad Bin Abi Waqqas, Abdurrahman Bin Auf, Zubair Bin Awwam, dan Thalhah Bin Ubaidillah serta Abdullah Bin Umar, putranya, tetapi “ tanpa hak suara “.
Mereka dahulu diriwayatkan Nabi SAW sebagai calon – calon penghuni sorga ( Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara : Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, h.25 ).
Ali Bin Abi Tholib diangkat menjadi khalifah ke-4 melalui pemilihan atas dukungan sahabat senior peserta pertempuran Badar, yaitu Thalhah, Zubair dan Sa'ad ( Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara : Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, h.27 ).
( Chirzin, Muhammad, 2011. “ Al-Qur'an dan Kenegaraan ( 2 ) “. Dalam Suara Muhammadiyah 05 ( Maret, 96 ). Yogyakarta ).

2 Wali Songo adalah pelopor dan pemimpin dakwah Islam yang berhasil merekrut murid masing – masing untuk menjalankan dakwah di setiap penjuru negeri. Mereka adalah :
  1. Maulana Malik Ibrahim ( w. 1419 M ), tokoh pertama yang memperkenalkan Islam di Jawa dan yang pertama mendirikan pesantren. Yakni sebuah sistem pendidikan yang menyiapkan murid – muridnya menjadi ulama syariat dan mubalig. Ia dimakamkan di Gresik, Jawa Timur dan sampai kini makamnya masih tetap menjadi tempat ziarah.
  1. Sunan Ampel Raden Rahmat. Dia pergi ke Gresik mengunjungi Maulana Malik pada 804 H / 1401 M. Makamnya menjadi bukti keagungan perjuangannya demi Agama Islam dan umatnya.
  1. Sunan Bonang Maulana Makhdam Ibrahim. Putra Sunan Ampel ini dilahirkan pada 1465 M dan wafat 1525 M. Dia mendirikan pesantren di tempat tinggalnya. Dia juga adalah salah seorang pendiri Kerajaan Demak.
  1. Sunan Giri Ibn Maulana Ishaq yang bergelar Sultan 'Abdul Al Faqih. Nama aslinya Muhammad 'Ain Al Yaqin dan termasuk keturunan Imam Al Muhajir yang terpopuler. Dia sempat belajar pada Sunan Ampel. Oleh karena karisma dan kepribadianya yang agung, dia bergelar Sultan walaupun tidak menjalankan kekuasaan politik.
  1. Sunan Drajat Maulana Syarifuddin, seorang da'i besar yang juga merupakan salah satu pendiri Kerajaan Demak.
  1. Sunan Kalijaga Maulana Muhammad Syahid, seorang da'i yang banyak berpergian, penulis nasihat – nasihat yang dituangkan dalam bentuk Wayang. Dia mengadopsi Seni Jawa sebagai salah satu cara memperkenalkan ajaran tauhid.
  1. Sunan Kudus Maulana Ja'far Al Shadiq Ibn Sunan Utsman. Kegiatannya berpusat di Kudus, Jawa Tengah. Berkat ketinggian ilmu dan kecerdasan pemahamannya, oleh orang – orang Jawa dijuluki walinya ilmu. Ide pemberian nama Kota Kudus yang diusulkannya dimaksudkan untuk mendapat berkah dari Bait Muqaddas ( Palestina ).
  1. Sunan Muria Maulana Raden 'Umar Said putra Maulana Ja'far Al Shadiq. Ia bergelar Sunan Muria karena dimakamkan di dataran tinggi Muria, Jawa Tengah.
  1. Sunan Gunung Djati Maulana Al Syarif Hidayatullah. Penyebar Islam terbesar di Jawa Barat. Di wafat dan dimakamkan di Gunung Djati, yang terletak tidak jauh dari Kota Cirebon.
( Shihab, Alwi, 2009. Antara Tasawuf Suni dan Tasawuf Falsafi Akar Tasawuf Di Indonesia, diterjemahkan oleh Muhammad Nursamad dari Al Tashawwuf al Islami wa Atsaruhu fi Al Tashawwuf Al Indunisi al Mu'ashir. Depok : Pustaka IIman, h. 38 – 39 ).

Salah satu nenek moyang Wali Songo adalah Jamaluddin Husain Akbar, yakni keturunan Adzamat Khan ( Kaum 'Alawiyyin yang tinggal di India ) yang pada hijrah ke Indonesia. Dialah yang termasuk diantara pendakwah Islam pertama di Indonesia dan kemudian lewat beberapa generasi melahirkan keturunan Wali Songo.
( lihat silsilahnya dalam ; Shihab, Alwi, 2009. Antara Tasawuf Suni dan Tasawuf Falsafi Akar Tasawuf Di Indonesia, diterjemahkan oleh Muhammad Nursamad dari Al Tashawwuf al Islami wa Atsaruhu fi Al Tashawwuf Al Indunisi al Mu'ashir. Depok : Pustaka IIman, h. 32 ).

3 Menurut Agus Aris Munandar dalam tesisnya “ Aktivitas Keagamaan di Gunung Penanggungan : Gunung Suci di Jawa Timur Dalam Abad ke 14 – 15 M ( 1990 ) “, sistem pendidikan Hindu- Budha dikenal dengan istilah Karsyan. Karsyan adalah tempat yang diperuntukkan bagi para pertapa atau orang – orang yang mengundurkan diri dari keramaian dunia dengan tujuan mendekatkan diri pada dewa tertinggi.
Karsyan terbagi dalam 2 model ;
  1. Patapan, tempat bertapa, tempat dimana seseorang mengasingkan diri untuk sementara waktu hingga ia berhasil dalam menemukan petunjuk atau sesuatu yang ia cita – citakan.
  2. Mandala atau Kedewaguruan, tempat suci yang menjadi segala pusat kegiatan keagamaan, sebuah kawasan atau kompleks yang diperuntukkan oleh para wiku atau pendeta, murid dan mungkin juga pengikutnya. Dipergunakan untuk kepentingan agama dan negara ( pusat pemerintahan ).
Pendidikan Islam ( Pesantren ), merupakan akulturasi model Patapan ( “ Sistem Pendidikan di Indonesia Pada Jaman Kuno “, sumber ; www.tuanguru.com ).

Pendidikan di Indonesia sebelum kemerdekaan digolongkan dalam 3 periode : pendidikan yang berlandaskan agama, pendidikan yang berlandaskan kepentingan penjajah, dan pendidikan dalam rangkan perjuangan kemerdekaan ( “ Sejarah Pendidikan Nasional “ sumber ; http :// pendidikandasar12.blogspot.com ).

4 Amar ma'ruf nahi munkar lekat digunakan sebagai semboyan Muhammadiyah. Sebagai komparasi organisasi Islam di Indonesia selain NU, Muhammadiyah juga telah memberikan peranan yang besar hampir di segala bidang.
Sampai saat ini, di 33 provinsi di Indonesia telah berdiri wilayah Muhammadiyah. Sedang dari seluruh kabupaten / kota yang berjumlah 497 buah, 419 diantaranya telah berdiri daerah Muhammadiyah. Jumlah cabang Muhammadiyah sekarang ini sebanyak 3.253 buah, sedang jumlah ranting sebanyak 16.427 buah. Disamping itu perkembangan organisasi juga ditandai dengan pembentukan Cabang Istimewa Muhammadiyah ( CIM ) di luar negeri. Sampai saat ini telah dibentuk 13 buah CIM yang tersebar di 5 benua.
Sedang perkembangan secara horizontal ditandai dengan meluasnya usaha Muhammadiyah hampir disemua bidang kehidupan manusia. Sampai saat ini tercatat : Taman Kanak - Kanak ( TK ) sebanyak 4.623 buah, Pendidikan Anak Usia Dini ( PAUD ) sebanyak 6.723 buah, Sekolah Luar Biasa ( SLB ) sebanyak 15 buah, Sekolah Dasar ( SD ) sebanyak 1.137 buah, Madrasah Ibtidaiyah sebanyak 1.079 buah, Madrasah Diniyah sebanyak 347 buah, Sekolah Menengah Pertama ( SMP ) sebanyak 1.178 buah, Madrasah Tsanawiyah sebanyak 507 buah, Madrasah Aliyah sebanyak 158 buah, Sekolah Menengah Atas ( SMA ) sebanyak 589 buah, Sekolah Menengah Kejuruan ( SMK ) sebanyak 396 buah, Muallimin atau Muallimat sebanyak 7 buah, Pondok Pesantern sebanyak 101 buah, Sekolah Menengah Farmasi sebanyak 3 buah. Di bidang pendidikan tinggi, sampai saat ini Muhammadiyah mempunyai 40 buah universitas, 93 buah sekolah tinggi, 32 buah akademi, serta 7 buah politeknik. Dalam bidang kesehatan, hingga saat ini tercatat Rumah sakit Umum sebanyak 71 buah, Rumah Sakit Bersalin 49 buah, Balai pengobatan atau Balai Kesehatan Ibu dan Anak sebanyak 117 buah, Poliklinik, Balkesma sebanyak 47 buah. Dalam bidang kesejahteraan sosial, sampai saat ini Muhammadiyah memiliki 421 buah Panti Asuhan Yatim, 9 buah Panti Jompo, 78 buah asuhan keluarga, 1 buah Panti Cacat Netra, 38 buah santunan kematian serta 15 BPKM.
Di bidang ekonomi, tercatat 6 buah Bank Perkreditan Rakyat, 256 buah Baitul Tanwil dan 303 buah koperasi.
( Sholeh, HA. Rosyad, 2011. “ Prioritas Program Pengembangan 2010 – 2015 “. Dalam Suara Muhammadiyah 05 ( Maret, 96 ). Yogyakarta ).

5 Trias Politika merupakan konsep pembagian kekuasaan dalam pemerintahan suatu negara ( eksekutif, legislatif dan yudikatif ).
Pemikir – pemikir yang mempengaruhi konsep tersebut ; John Locke, Montesquieu, JJ. Rousseau, Thomas Hobbes.
John Locke dalam karyanya Two Treatises of Goverment ( 1690 ), kekuasaan yang harus dipisahkan tersebut adalah ; legislatif, eksekutif dan federatif.
Montesquieu dalam Spirit of The Laws ( 1748 ), pemisahan kekuasan tersebut meliputi ; legislatif, eksekutif dan yudikatif.

6 Ulil Abshar Abdalla, sekarang berafiliasi dengan Jaringan Islam liberal ( JIL ) dan menjabat sebagai Ketua Divisi Pusat Pengembangan Strategi dan Kebijakan Pengurus Pusat Partai Demokrat pada masa jabatan Ketua umum Anas Urbaningrum sampai sekarang.
Tahun 2001 Jaringan Islam Liberal resmi didirikan di Jakarta, berkantor di Jalan Utan Kayu no. 68 H, sekitaran Komplek Rawamangun, Jakarta Timur. Sebidang tanah ini sebenarnya milik jurnalis, sastrawan, dan intelektual senior Goenawan Mohammad yang memiliki visi dan misi yang sama dengan JIL. Komunitas Utan Kayu sendiri didirikan 1996 sebagai bentuk perlawanan, khususnya di bidang informasi terhadap Rezim Orde Baru.
( lihat ; Ulil Abshar abdalla, Wikipedia ).

Telaah juga ; Barton, Greg, 1999. Gerakan Islam Liberal di Indonesia. Jakarta : Paramadina.
Handrianto, Budi, 2007. 50 Tokoh Islam Liberal Indonesia. Hujah Press.

by Facebook Comment

Artikel Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar anda akan memperkaya wawasan.