Pada
umumnya kata “
museum “
berkonotasi dengan media, tempat penyimpanan data – data dan bukti
– bukti yang berharga, sesuatu yang unik, otentik, bernilai
sejarah, dan lainnya. Sekarang ini, minat masyarakat untuk
mengunjjungi museum semakin menurun. Museum pun telah di-museumkan,
menjadi semacam hal yang kuno. Tak banyak lagi yang bisa dipelajari
dari sana, salah satunya karena ketidak profesionalan dalam
pengelolaan. Mungkin juga ini merupakan kritik sepihak.
Ide
untuk mendokumentasikan naskah – naskah kuno Nusantara ( khususnya
Sunda ) kedalam media elektronik ( baca ;
Museum Digital
) dari Sinta
Ridwan
pun patut diapresiasi. Mempermudah setiap orang untuk mengakses
informasi dan sejarah bangsa Indonesia. Hal ini senada jika diturut
dari 3 kurun kultural
1 .
- Budaya Siklikal, Pra- Intelektualisme ( Tradisi Lisan )
- Budaya Liniar, Intelektualisme ( Kata Tertulis )
- Budaya Web, Pasca- Intelektualisme ( Media Elektrik )
Simak lebih lanjut video berikut.
Bantul,
12 Maret 20013.
Catatan
Akhir
“ Sinta
Ridwan dan Museum Digital “ :
1
Pasca-
Intelektualisme, Budaya Web ( terjemahan Landung Simatupang ),
dicuplik dan diterjemahkan dari Donald N. Wood, Post-Intellectualism
and The Decline of Democracy the failure of Reason and Responsibility
in Twentieth Century. West Port, Connecticut, London : PRAEGER, 1996,
halaman 3 – 8.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar anda akan memperkaya wawasan.