Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri. |
Moment
Muktamar Situbondo itu disamping disambut dengan suka-cita oleh
segenap kaum Nahdliyin, juga oleh pemerintahan rezim Orde Baru yang
untuk sementara bisa bernafas lega karena NU sebagai organisasi massa
yang mempunyai pengikut lebih dari Empat Puluh Juta orang telah
menyatakan tidak berpolitik praktis. Itu berarti, harapan bagi partai
utama pendukung pemerintah waktu itu yaitu Partai Golkar untuk dapat
meraih suara lebih banyak dari warga NU yang otomatis menjadi massa
mengambang ( floating
mass
) karena NU telah memisahkan diri dengan PPP.
Andree
Feillard, seoarng pengamat NU, menyebut peristiwa itu sebagai momen
rekonsolidasi organisasi NU yang membentuk pola hubungan yang lebih
baik antara NU dan pemerintah.
( Andree Feillard, NU vis-a-vis Negara, Lkis Yogyakarta, 1999 )
Tetapi,
kelegaan rezim Soeharto tidak berlangsung lama. NU kembali terasa
menjadi kekuatan oposisi utama terhadap rezim Orde Baru. Para ulama
dan massa NU di bawah pimpinan Gus Dur kembali terlihat sebagai
kekuatan kritis yang berani mengambil resiko dengan bersikap vokal
kepada berbagai kebijakan praktik politik rezim Soeharto yang
otoriter. NU di bawah Gus Dur justru malah semakin kuat menjadi
kelompok penekan yang mendapat dukungan dari massa NU yang tersebar
di seluruh Indonesia. Dukungan terhadap Gus Dur bukan hanya datang
dari warga NU dengan para ulama dan pesantrennya serta tokoh-tokoh
pro demokrasi, tetapi juga dari kelompok - kelompok minoritas dari
agama lain yang ada di Indonesia. Gus Dur adalah tokoh penganjur
pluralisme dan toleransi umat beragama.
NU
dengan massa yang amat besar jumlahnya, menjadi backing
utama gerakan civil
society
yang dikomando oleh Gus Dur. Sepak - terjang Gus Dur bersama tokoh -
tokoh pro demokrasi di tahun 1991 yang mendirikan Forum Demokrasi (
sebagai kekuatan tandingan terbentuknya ICMI – Ikatan Cendikiawan
Muslim Indonesia --- oleh para tokoh Islam yang berhasil diperalat
rezim Orde Baru ) dirasakan semakin mengancam kedudukan Soeharto.
Dengan berbagai cara Soeharto terus menekan Gus Dur. Tetapi, Gus Dur
tetap kukuh melaju sebagai tokoh demokrasi sehingga akhirnya gerakan
pro demokrasi yang didukung rakyat berhasil mengakhiri dominasi
kekuasaan Orde Baru.
Berakhirnya
kekuasaan Soeharto menjadikan pintu masuk proses demokratisasi di
Indonesia yang selama ini diperjuangkan Gus Dur menjadi semakin
terbuka. Hal itu pula dapat menjadi contoh sebuah kilas - balik
perjalanan pemerintahan di Indonesia sejak era dimulainya kerajaan
Islam di pulau Jawa yang nantinya berpengaruh amat besar bagi
terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia modern yang
demokratis.
Pernah
ada keadaan di mana para ulama mengambil peran sangat signifikan
dalam kehidupan negara dan pemerintahan, yaitu di masa awal
berdirinya Kerajaan Demak Bintoro di tahun 1478 M. Ketika itu,
musyawarah Wali Songo sepakat mengangkat Raden Fattah, yang merupakan
keturunan Brawijaya Raja Majapahit, menjadi sultan di Kerajaan Demak.
Dalam perjalannya, pemerintahan Kerajaan Demak dipandang telah
berhasil mencerminkan ciri - ciri negara demokrasi karena dalam
memerintah, raja diangkat, diawasi dan dikontrol oleh Wali Songo
sebagai pihak otonom yang dipercaya dapat menampung aspirasi rakyat.
Raja selalu berkonsultasi kepada para ulama, terutama kepada Wali
Songo dalam memutuskan hukum yang ada. Sistem pemerintahan demikian,
dengan sendirinya telah mencerminkan “ substansi ” sistem
pemerintahan demokrasi modern, yaitu adanya keseimbangan antara
kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif5.
Oleh
karena itu, tidaklah aneh bila ada sementara ahli yang berpendapat
bahwa sistem pemerintahan Kerajaan Demak Bintoro adalah sistem
pemerintahan paling demokratis yang pernah ada di Indonesia, bahkan
bila dibandingkan dengan sistem pemerintahan Indonesia modern era
Orde Lama di bawah kepemimpinan Bung Karno dan era Orde Baru di bawah
kepemimpinan Soeharto.
( WS. Rendra : Teks Pidato Kebudayaan di Taman Ismail Marzuki tahun
1995 ).
Baru
di tahun 1999, sistem demokrasi kembali benar - benar berjalan dengan
ditandai pemilihan presiden paling demokratis setelah sekian lama
Indonesia berdiri, dengan terpilihnya seorang presiden yang juga
ketua NU yang bernama KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.
Dalam
hal ini, bila kita mengacu kepada pemikiran WS. Rendra di atas
tersebut, dengan mudah dapat disimpulkan bahwa pemerintahan paling
demokratis di Indonesia adalah pada masa pemerintahan kerajaan Demak
yang dikontrol oleh para ulama di tahun 1478 M sampai vakum selama
Lima Ratus Tahun kemudian hingga munculnya Gus Dur sebagai presiden
pertama yang diangkat secara paling demokratis dalam sejarah
berdirinya negara Indonesia modern.
Raden
Fattah dan KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur adalah contoh figur
seorang santri pesantren yang kemudian masing - masing menjadi
seorang raja dan presiden. Raden Fattah adalah keturunan Majapahit
yang belajar agama di pesantren Sunan Giri di Gresik. Sementara, Gus
Dur adalah cucu pendiri NU, KH. Hasyim Asy’ ari yang waktu mudanya
menjadi santri di pesantren Krapyak, Tegalrejo serta Tambak Beras,
Jombang. Raden Fattah adalah peletak dasar kerajaan Islam di Pulau
Jawa. Sementara Gus Dur, disamping sebagai seorang ulama juga adalah
tokoh demokrasi, Hak Asasi Manusia ( HAM ), humanisme dan pluralisme
yang paling penting dalam sejarah Indonesia.
Pergulatan
pemikiran para kyai NU yang telah berhasil menghasilkan rumusan -
rumusan pemikiran jauh ke depan dalam bidang kenegaraan dalam
hubungannya dengan tanggapan terhadap nilai - nilai baru seperti
demokrasi, HAM, pluralisme, humanisme dan berbagai isme - isme
mutahir lainnya seperti contoh di atas itu, adalah hasil kajian terus
menerus teks - teks Islam klasik dalam upaya mencari dasar jawaban
berbagai macam produk pemikiran mutahir. Bermula dari upaya
menyandingkan kaidah fikih secara harmonis dengan produk budaya lokal
yang telah mapan, kemudian melahirkan gerakan kultural yang amat
progresif sehingga melahirkan lompatan - lompatan gagasan yang
brilian. Dengan demikian, semangat kultural NU yang mendasari gerakan
da’ wah semakin mudah diterima keberadaannya di masyarakat
Indonesia yang amat plural dan beragam.
Apa
yang mendasari semangat para ulama NU dalam mengkaji permasalahan
agama di satu sisi serta produk budaya masyarakat tertentu di sisi
lain, adalah semangat kearifan mengambil kemaslahatan dalam setiap
dilema permasalahan yang ada serta memakai salah satu kaidah logika:
konteks sangat menentukan bangunan hukum yang akan terbentuk.
Ibnu
Abididin di dalam risalahnya
Nasir al-‘Urf Fiy Ma Bana Min al-Ahkam ‘Ala al -‘Urf
( Penyebaran Tradisi dalam Hukum - hukum yang Dibangun Berdasarkan
Tradisi ) mengatakan : “ Banyak sekali hukum - hukum berubah oleh
karena perubahan zaman yang disebabkan perubahan tradisi
masyarakatnya, atau karena terjadinya kedaruratan atau karena
rusaknya generasi suatu zaman. Di mana jika hukum tetap sebagaimana
apa yang ada sebelumnya, maka akan terjadi kesulitan dan kerusakan di
tengah masyarakat. Dan, akan menyalahi kaidah - kaidah syariat yang
dibangun di atas asas peringanan dan pemudahan dan menghindari
kerusakan dan kerugian ”. (
Dikutip dari Jurnal Tashwirul Afkar PP Lakpesdam NU ).
Teks
- teks seperti itu adalah salah satu contoh kaidah yang sering
dipakai oleh para ulama dan menjadi pergulatan pemikiran para santri
di pesantren sehingga kemudian lahirlah banyak sekali pemikiran yang
mendasari keputusan dalam konteks kenegaraan, sosial, politik maupun
kebudayaan. Tradisi yang terasa dinamis dan progresif itu menemukan
masa puncaknya sejak NU dipimpin oleh Gus Dur. Di bawah kepemimpinan
Gus Dur, telah lahir tokoh - tokoh ulama sekaligus intelektual NU
yang berlatar belakang pesantren seperti KH. Said Agil Siradj, KH.
Masdar F. Mas’ udi, KH. Muhammad Hussein maupun tokoh - tokoh yang
lebih muda seperti Ulil Abshar Abdalla6,
Zuhairi Misrawi dan lainnya yang telah siap membentengi NU dari arus
tradisi pemikiran dan filsafat barat kontemporer yang semakin menjauh
dari nilai - nilai Islam.
Pemikiran
- pemikiran mereka yang humanis dan membumi, semakin menguatkan
posisi NU sebagai pengawal Pancasila dan UUD 45 sebagai falsafah dan
dasar hukum utama Negara Republik Indonesia.
Para
ulama NU telah menyatakan bahwa Pancasila adalah dasar negara
Republik Indonesia secara final.
Ulama,
pesantren, intelektual serta massa NU adalah penjaga utama kehidupan
bernegara yang kini kadang terasa terancam oleh banyaknya gerakan -
gerakan yang bertujuan memecah - belah NKRI dengan berbagai macam
alasan, termasuk salah satunya ancaman radikalisme dan terorisme dari
gerakan - gerakan Islam garis keras7
yang
sering membuat kekacauan dengan mengatas-namakan agama.
Tangerang,
22 April 2010.
(
Diadaptasi dari Tulisan “ Pesantren : Embrio Nahdhatul Ulama,
Organisasi Islam Terbesar di Dunia “ Oleh : Imam Marsus, dengan
tambahan footnote oleh Panji Cybersufi sebagai tambahan informasi ).
Catatan
Akhir “ PESANTREN : EMBRIO NAHDHATUL ULAMA II “
1
Pasca
wafatnya Rasulullah SAW, kepemimpinan umat Islam diteruskan oleh
Khulafaurrosyidin
( Abu Bakar, Umar Bin Khattab, Utsman Bin Affan dan Ali Bin Abi
Tholib ).
Kekhalifahan
Abu Bakar berdasarkan ijma' ( konsensus ) sahabat ( Dhiya' ad-Din
ar-Rais, Islam
dan Khilafah : Kritik Terhadap Buku Khilafah dan Pemerintahan Dalam
Islam
Ali Abdur Raziq. Terjemahan Thohiruddin Lubis. Bandung : Pustaka,
1985, h. 172 ).
Pengangkatan
Abu Bakar menjadi khalifah merupakan awal terbentuknya pemerintahan
model khilafah dalam sejarah Islam. Ia disebut lembaga pengganti
kenabian dalam memelihara urusan agama dan mengatur urusan dunia
untuk meneruskan pemerintahan Negara Madinah yang terbentuk di masa
Nabi SAW ( J. Syuthi Pulungan, Fiqh
Siyasah : Ajarah, Sejarah dan Pemikiran,
h.102. Muhammad Yusuf Musa, Politik
dan Negara Dalam Islam,
h.99 – 106 ).
Sesuai
dengan pesan tertulis yang didiktekan kepada Utsman Bin Affan,
sepeninggal Abu Bakar, Umar Bin Khattab dikukuhkan sebagai khalifah
ke-2 dalam suatu baiat umum dan terbuka di Masjid Nabawi ( Munawir
Sjadzali, Islam
dan Tata Negara : Ajaran, Sejarah dan Pemikiran,
h.23 -25 ).
Utsman
Bin Affan menjadi khalifah dipilih oleh kalangan sahabat senior yang
telah ditentukan oleh Umar sebelum wafat, untuk memilih salah satu
diantara mereka menjadi khalifah, yakni Ali Bin Abi Tholib, Utsman
Bin Affan, Sa'ad Bin Abi Waqqas, Abdurrahman Bin Auf, Zubair Bin
Awwam, dan Thalhah Bin Ubaidillah serta Abdullah Bin Umar, putranya,
tetapi “ tanpa hak suara “.
Mereka
dahulu diriwayatkan Nabi SAW sebagai calon – calon penghuni sorga (
Munawir Sjadzali, Islam
dan Tata Negara : Ajaran, Sejarah dan Pemikiran,
h.25 ).
Ali
Bin Abi Tholib diangkat menjadi khalifah ke-4 melalui pemilihan atas
dukungan sahabat senior peserta pertempuran Badar, yaitu Thalhah,
Zubair dan Sa'ad ( Munawir Sjadzali, Islam
dan Tata Negara : Ajaran, Sejarah dan Pemikiran,
h.27 ).
(
Chirzin, Muhammad, 2011. “ Al-Qur'an dan Kenegaraan ( 2 ) “.
Dalam Suara
Muhammadiyah
05 ( Maret, 96 ). Yogyakarta ).
2
Wali
Songo adalah pelopor dan pemimpin dakwah Islam yang berhasil merekrut
murid masing – masing untuk menjalankan dakwah di setiap penjuru
negeri. Mereka adalah :
- Maulana Malik Ibrahim ( w. 1419 M ), tokoh pertama yang memperkenalkan Islam di Jawa dan yang pertama mendirikan pesantren. Yakni sebuah sistem pendidikan yang menyiapkan murid – muridnya menjadi ulama syariat dan mubalig. Ia dimakamkan di Gresik, Jawa Timur dan sampai kini makamnya masih tetap menjadi tempat ziarah.
- Sunan Ampel Raden Rahmat. Dia pergi ke Gresik mengunjungi Maulana Malik pada 804 H / 1401 M. Makamnya menjadi bukti keagungan perjuangannya demi Agama Islam dan umatnya.
- Sunan Bonang Maulana Makhdam Ibrahim. Putra Sunan Ampel ini dilahirkan pada 1465 M dan wafat 1525 M. Dia mendirikan pesantren di tempat tinggalnya. Dia juga adalah salah seorang pendiri Kerajaan Demak.
- Sunan Giri Ibn Maulana Ishaq yang bergelar Sultan 'Abdul Al Faqih. Nama aslinya Muhammad 'Ain Al Yaqin dan termasuk keturunan Imam Al Muhajir yang terpopuler. Dia sempat belajar pada Sunan Ampel. Oleh karena karisma dan kepribadianya yang agung, dia bergelar Sultan walaupun tidak menjalankan kekuasaan politik.
- Sunan Drajat Maulana Syarifuddin, seorang da'i besar yang juga merupakan salah satu pendiri Kerajaan Demak.
- Sunan Kalijaga Maulana Muhammad Syahid, seorang da'i yang banyak berpergian, penulis nasihat – nasihat yang dituangkan dalam bentuk Wayang. Dia mengadopsi Seni Jawa sebagai salah satu cara memperkenalkan ajaran tauhid.
- Sunan Kudus Maulana Ja'far Al Shadiq Ibn Sunan Utsman. Kegiatannya berpusat di Kudus, Jawa Tengah. Berkat ketinggian ilmu dan kecerdasan pemahamannya, oleh orang – orang Jawa dijuluki walinya ilmu. Ide pemberian nama Kota Kudus yang diusulkannya dimaksudkan untuk mendapat berkah dari Bait Muqaddas ( Palestina ).
- Sunan Muria Maulana Raden 'Umar Said putra Maulana Ja'far Al Shadiq. Ia bergelar Sunan Muria karena dimakamkan di dataran tinggi Muria, Jawa Tengah.
- Sunan Gunung Djati Maulana Al Syarif Hidayatullah. Penyebar Islam terbesar di Jawa Barat. Di wafat dan dimakamkan di Gunung Djati, yang terletak tidak jauh dari Kota Cirebon.
(
Shihab, Alwi, 2009. Antara Tasawuf Suni dan Tasawuf Falsafi Akar
Tasawuf Di Indonesia, diterjemahkan oleh Muhammad Nursamad dari Al
Tashawwuf al Islami wa Atsaruhu fi Al Tashawwuf Al Indunisi al
Mu'ashir.
Depok : Pustaka IIman, h. 38 – 39 ).
Salah
satu nenek moyang Wali Songo adalah Jamaluddin Husain Akbar, yakni
keturunan Adzamat Khan ( Kaum 'Alawiyyin
yang tinggal di India ) yang pada hijrah ke Indonesia. Dialah yang
termasuk diantara pendakwah Islam pertama di Indonesia dan kemudian
lewat beberapa generasi melahirkan keturunan Wali Songo.
(
lihat
silsilahnya dalam
; Shihab, Alwi, 2009. Antara Tasawuf Suni dan Tasawuf Falsafi Akar
Tasawuf Di Indonesia, diterjemahkan oleh Muhammad Nursamad dari Al
Tashawwuf al Islami wa Atsaruhu fi Al Tashawwuf Al Indunisi al
Mu'ashir.
Depok : Pustaka IIman, h. 32 ).
3
Menurut
Agus Aris Munandar dalam tesisnya “ Aktivitas Keagamaan di Gunung
Penanggungan : Gunung Suci di Jawa Timur Dalam Abad ke 14 – 15 M (
1990 ) “, sistem pendidikan Hindu- Budha dikenal dengan istilah
Karsyan.
Karsyan
adalah tempat yang diperuntukkan bagi para pertapa atau orang –
orang yang mengundurkan diri dari keramaian dunia dengan tujuan
mendekatkan diri pada dewa tertinggi.
Karsyan
terbagi dalam 2 model ;
- Patapan, tempat bertapa, tempat dimana seseorang mengasingkan diri untuk sementara waktu hingga ia berhasil dalam menemukan petunjuk atau sesuatu yang ia cita – citakan.
- Mandala atau Kedewaguruan, tempat suci yang menjadi segala pusat kegiatan keagamaan, sebuah kawasan atau kompleks yang diperuntukkan oleh para wiku atau pendeta, murid dan mungkin juga pengikutnya. Dipergunakan untuk kepentingan agama dan negara ( pusat pemerintahan ).
Pendidikan
Islam ( Pesantren ), merupakan akulturasi model Patapan ( “ Sistem
Pendidikan di Indonesia Pada Jaman Kuno “, sumber ;
www.tuanguru.com
).
Pendidikan
di Indonesia sebelum kemerdekaan digolongkan dalam 3 periode :
pendidikan yang berlandaskan agama, pendidikan yang berlandaskan
kepentingan penjajah, dan pendidikan dalam rangkan perjuangan
kemerdekaan ( “ Sejarah Pendidikan Nasional “ sumber ; http ://
pendidikandasar12.blogspot.com ).
4
Amar
ma'ruf nahi munkar
lekat digunakan sebagai semboyan Muhammadiyah. Sebagai komparasi
organisasi Islam di Indonesia selain NU, Muhammadiyah juga telah
memberikan peranan yang besar hampir di segala bidang.
Sampai
saat ini, di 33 provinsi di Indonesia telah berdiri wilayah
Muhammadiyah. Sedang dari seluruh kabupaten / kota yang berjumlah 497
buah, 419 diantaranya telah berdiri daerah Muhammadiyah. Jumlah
cabang Muhammadiyah sekarang ini sebanyak 3.253 buah, sedang jumlah
ranting sebanyak 16.427 buah. Disamping itu perkembangan organisasi
juga ditandai dengan pembentukan Cabang Istimewa Muhammadiyah ( CIM )
di luar negeri. Sampai saat ini telah dibentuk 13 buah CIM yang
tersebar di 5 benua.
Sedang
perkembangan secara horizontal ditandai dengan meluasnya usaha
Muhammadiyah hampir disemua bidang kehidupan manusia. Sampai saat ini
tercatat : Taman Kanak - Kanak ( TK ) sebanyak 4.623 buah, Pendidikan
Anak Usia Dini ( PAUD ) sebanyak 6.723 buah, Sekolah Luar Biasa ( SLB
) sebanyak 15 buah, Sekolah Dasar ( SD ) sebanyak 1.137 buah,
Madrasah Ibtidaiyah sebanyak 1.079 buah, Madrasah Diniyah sebanyak
347 buah, Sekolah Menengah Pertama ( SMP ) sebanyak 1.178 buah,
Madrasah Tsanawiyah sebanyak 507 buah, Madrasah Aliyah sebanyak 158
buah, Sekolah Menengah Atas ( SMA ) sebanyak 589 buah, Sekolah
Menengah Kejuruan ( SMK ) sebanyak 396 buah, Muallimin atau Muallimat
sebanyak 7 buah, Pondok Pesantern sebanyak 101 buah, Sekolah Menengah
Farmasi sebanyak 3 buah. Di bidang pendidikan tinggi, sampai saat ini
Muhammadiyah mempunyai 40 buah universitas, 93 buah sekolah tinggi,
32 buah akademi, serta 7 buah politeknik. Dalam bidang kesehatan,
hingga saat ini tercatat Rumah sakit Umum sebanyak 71 buah, Rumah
Sakit Bersalin 49 buah, Balai pengobatan atau Balai Kesehatan Ibu dan
Anak sebanyak 117 buah, Poliklinik, Balkesma sebanyak 47 buah. Dalam
bidang kesejahteraan sosial, sampai saat ini Muhammadiyah memiliki
421 buah Panti Asuhan Yatim, 9 buah Panti Jompo, 78 buah asuhan
keluarga, 1 buah Panti Cacat Netra, 38 buah santunan kematian serta
15 BPKM.
Di
bidang ekonomi, tercatat 6 buah Bank Perkreditan Rakyat, 256 buah
Baitul Tanwil dan 303 buah koperasi.
(
Sholeh, HA. Rosyad, 2011. “ Prioritas Program Pengembangan 2010 –
2015 “. Dalam Suara
Muhammadiyah
05 ( Maret, 96 ). Yogyakarta ).
5
Trias
Politika merupakan konsep pembagian kekuasaan dalam pemerintahan
suatu negara ( eksekutif, legislatif dan yudikatif ).
Pemikir
– pemikir yang mempengaruhi konsep tersebut ; John Locke,
Montesquieu, JJ. Rousseau,
Thomas
Hobbes.
John
Locke dalam karyanya Two Treatises of Goverment (
1690 ), kekuasaan yang harus dipisahkan
tersebut
adalah ; legislatif, eksekutif dan federatif.
Montesquieu
dalam
Spirit of The Laws
( 1748 ), pemisahan kekuasan tersebut meliputi ; legislatif,
eksekutif dan yudikatif.
6
Ulil
Abshar Abdalla, sekarang berafiliasi dengan Jaringan Islam liberal (
JIL ) dan menjabat sebagai Ketua Divisi Pusat Pengembangan Strategi
dan Kebijakan Pengurus Pusat Partai Demokrat pada masa jabatan Ketua
umum Anas Urbaningrum sampai sekarang.
Tahun
2001 Jaringan Islam Liberal resmi didirikan di Jakarta, berkantor di
Jalan Utan Kayu no. 68 H, sekitaran Komplek Rawamangun, Jakarta
Timur. Sebidang tanah ini sebenarnya milik jurnalis, sastrawan, dan
intelektual senior Goenawan Mohammad yang memiliki visi dan misi yang
sama dengan JIL. Komunitas Utan Kayu sendiri didirikan 1996 sebagai
bentuk perlawanan, khususnya di bidang informasi terhadap Rezim Orde
Baru.
(
lihat
;
Ulil Abshar abdalla, Wikipedia ).
Telaah
juga ; Barton,
Greg, 1999. Gerakan Islam Liberal di Indonesia. Jakarta :
Paramadina.
Handrianto,
Budi, 2007. 50 Tokoh Islam Liberal Indonesia. Hujah Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar anda akan memperkaya wawasan.