... Gaya hidup ini berakar dalam khasanah kebudayaan yang terhimpun dalam kesusastraan Jawa kuno dan Wayang ( pertunjukan permainan bayang yang diiringi musik serta seni tari ). Wayang itu mempunyai makna keagamaan. Pertunjukan wayang diadakan pada saat – saat terpenting dalam kehidupan manusia seperti kelahiran, perkawinan dan khitanan juga untuk mengelakkan malapetaka atau menghalau penyakit dan segala pengaruh lain yang bersifat merusak. Pertunjukan wayang ini secara kuno merupakan tontonan suci dimana leluhur yang telah didewakan muncul diatas pentas...
Kesusastraan klasik menurut Stutterheim, suatu museum nilai - nilai kehidupan kuno, telah memberi kepada Rakyat Jawa pegangan hidup, pelajaran tentang pembentukan watak dan budi bahasa, pengertian akan jiwa manusia dengan segala kebaikan dan keburuknnya. Pertunjukan ini memperkokoh hidup yang benar, memberi juga jalan keselamatan, mengantar ke dalam rahasia – rahasia hidup ( DH. Burger ).
Berawal dari menggubah, mencipta ulang Kitab Ramayana dan Mahabharata ( India ) oleh sastrawan Jawa, ditransformasikan dalam kultur lokal. Seni budaya pada dasarnya netral, bisa diisi dengan jiwa – jiwa agama dan kepentingan. Sejalan dengan strategi yang tercermin dalam kesusastraan Jawa. Berusaha menyerap unsur ajaran Tasawuf Islam ditemukan dengan tradisi Ilmu Kejawen. Islamisasi Wayang, Jawanisasi Islam.
Dewasa ini kita menghadapi kewajiban kembar ; melestarikan budaya bangsa yang kaya dan membangun sebuah kebudayaan nasional yang modern. Pelestarian berfungsi menemukan identitas diri serta menjaga budaya asli. Sehingga budaya tesebut dapat terus dikembangkan tanpa meninggalkan akarnya.
April 2005, UNESCO telah menetapkan Wayang ( Indonesia ) sebagai salah satu budaya milik dunia. Hal itu merupakan momentum yang tepat membangun, mengembangkan kebudayaan nasional yang merupakan peleburan dan penjumlahan puncak – puncak kebudayaan daerah ( lokal ). Kebudayaan nasional menjadi instrument yang mengakomodasi masa kini, membuka pintu masa depan. Sedang budaya barat diintegrasikan untuk mendukung dan mengembangkan.
Indonesia mempunyai keunggulan lebih untuk mengembangkan kepariwisataan. Keadaan geografis, lokasi yang strategis di dunia dan multi kultur. Peranan pemerintah, pengusaha dan pers mutlak diperlukan.
Penghargaan, pengakuan UNESCO disambut baik sekaligus mengkwatirkan.
1. Sebagian besar artefak, dokumen – dokumen sejarah banyak disimpan dan menjadi koleksi museum – museum luar negeri.
2. Pelestarian dan perkembangan Wayang itu sendiri di Indonesia.
Hal itu berimbas pada sulitnya menemukan bukti dan jejak sejarah bangsa sendiri. Juga minat anak muda terhadap budaya asli semakin luntur digerus budaya modern.
Menempatkan Wayang sebagai komoditas industri dan pariwisata dalam konteks pengembangan dan pelestarian, perlu diambil perspektif dari segala segi. Dirumuskan dalam suatu sistem kerja yang terkait, teratur, menguntungkan dalam bidang industri dan pariwisata. Titik temu tersebut merupakan landasan perencanaan pelestarian dan pengembangan budaya asli ditengah modernisasi.
Tetapi perlu disadari, perkembangan dan penyebaran kebudayaan juga mempunyai dampak ;
1. Disintegrasi fungsi
Tercerai - berainya fungsi sosial dan kebudayaan yang orisinil tatkala dikembangkan secara global.
2. Indeterminasi fungsi.
Kesimpang - siuran batasan – batasan fungsi sosial dan kebudayaan ketika memasuki interaksi global.
3. Deteritorialisasi fungsi.
Tercabutnya berbagai fungsi sosial dan kebudayaan dari teritorial asli, mengalir dalam ruang global menciptakn berbagai kontradiksi kultural.
Saat itulah terjadi Histeria Kebudayaan.
Teknologi Komunikasi Sebagai Alat Pelestarian Kebudayaan
Perkembangan dunia komunikasi dan informasi begitu besar dirasakan peranannya. Segala aktivitas keseharian tanpa melibatkan aspek komunikasi dan informasi, akan tertinggal jauh dari rangkaian peradaban ( perubahan ) dalam pola hidupnya. Komunikasi dan informasi akan membuka lebar jalan menuju pencapaian harkat , martabat manusia.
Munculnya kajian- kajian Komunikasi Bisnis, Komunikasi Politik, Komunikasi Masyarakat, dll merupakan suatu fenomena monumental abad ini. Tak salah sekiranya Alvin Toffler mengungkapkan bahwa abad ini adalah abad gelombang informasi.
Salah satu ciri manusia abad 21 adalah obsesi akan keabadian ( immortality ) segala hal. Difoto, direkam, dishooting, didownload, dll.
Segala macam dakwah sekarang tidak begitu memerlukan wasilah dukungan kesenian dan kebudayaan tradisional. Diperlukan penguasaan alat- alat komunikasi canggih sesuai dengan perkembangan zaman. Bila masih perlu wasilah, hendaknya pesan para seniman ditujukan utk jiwa-jiwa keagamaan. Keberadaannyapun tak bisa diabaikan.
TV telah menjadi sebuah " Kotak Jiwa " yang merupakan hasil rekayasa genetika kebudayaan ( kloning kebudayaan ). Wajar jika Walter Benjamin dalam " The Work of Art in The Age of Mechanical Reproduction ", teknik reproduksi akan melenyapkan selamanya aura sebuah obyek-- pancaran rona yg dipancarkan sebuah pohon ketika berteduh dibawahnya ataupun sedang menatapnya.
Hal itu menimbulkan ekses emosi yang tak dapat dikendalikan sebagai Histeria Kebudayaan.
Begitupula aspek kesenian, telah menambah atau lebih tepatnya menggunakan teknologi komunikasi untuk berinteraksi, sosialisasi.
Pagelaran Wayang kulit mulai merambah Media elektronik. Tak pelak disulap menjadi kegiatan ekonomi, bisnis dan hiburan. Walaupun masih berkutat pada pencarian bentuk pengembangannya. Kadangkala kabur ataupun win – win solusi antara tradisi, ekonomi, bisnis dan hiburan.
Kaset siaran wayang kulit pernah mengalami masa kejayaannya. Lakon – lakon tertentu direkam, didistribusikan massal. Radio – radio ( khususnya Jogja ) masih rutin menyiarakan wayang kulit di malam hari. Terlepas animo masyarakat. Tetapi sudah menjadi semacam klangenan, khususnya bagi orang tua. Di angkringan ( koboinan ), pos ronda, kita masih bisa mendengarkan suara - suara kuno itu sambil menyeruput Wedhang Jahe dan gorengan.
Hanya saja ini terjadi pada golongan tertentu. Artinya wayang masih terus dipublikasikan, dinikmati, menjadi klangenan dan kerutinan.
Wayang Sebagai Komoditas Industri dan Pariwisata. |
Jurnalisme Budaya ; Membangun Suatu Bentuk
... Dominasi kekuasaan diperjuangkan disamping lewat kekuatan senjata, lewat penerimaan publik ( public concern ) yang diekspresikan lewat mekanisme opini publik ( Gramsci ).
Sistem desentralisasi dan otonomi daerah memberikan kesempatan seluas - luasnya untuk mengembangkan seluruh aspek lokal. Sektor- sektor lokal yang bertujuan menambah pemasukan daerah. Pendapatan daerah berarti pembangunan. Daerah diharapkan mampu mengelola sumber – sumber lokalnya. Pemerataan dan perluasan hasil pembangunan, akan dengan mudah dipantau, diinformasikan hasilnya secara berkala dan transparan melalui media publik.
Terlebih peranan media lokal sebagai pembentuk opini masyarakat. Walaupun pembentukan opini Media massa itu masih debatable. Banyak yang mengatakan, media harus netral.
Tak dapat dipungkiri Media Lokal mempunyai kekhasan dalam hal turut mengangkat masyarakat dan budaya. Mungkin faktor kedekatan geografis yang mendalam salah satunya. Tetapi Apakah peran media massa sebatas pemberitaan cover both side, all side ?!.
Media lokal cenderung mengangkat kekhasan lokalitas. Budaya lokal merupakan nilai jual. Kekhasan ini yang tidak dimiliki Media Nasional. Bicara masalah budaya, khususnya Wayang mau tak mau harus mencari kembali bentuk untuk dapat survive dalam seleksi modernitas.
Fenomena perkembangan wayang menjadi alternatif pilihan. Agar Budaya adhiluhung ini tak terlalu jauh dari generasi muda. Upaya – upaya Indonesiasi Wayang ( Wayang Sandosa ), Bajra Bagaskara ( pernah ditayangkan per episode di TV swasta ), juga Wayang Pancasila yang fenomenal. Ria Jenaka ( TVRI ) yang merupakan alternatif humor wayang ala Punakawan ( Semar cs ) setiap akhir pekan. Walaupun akhirnya menjadi alat politik golongan tertentu. Bahkan sekarang yang sedang digandrungi, Wayang humor ala Opera Van Java ( OVJ, Trans 7 ) juga perkembangan Wayang Beber terbaru yang dipopulerkan Komunitas Wayang Beber Metropolitan ( WBM ).
Bayangkan dengan nasib Wayang China-Jawa ( Wayang Kanthong, Potehi ) yang hampir punah. Koleksi asli dan naskah asli disimpan di Jerman, sebuah disimpan di Museum Sonobudoyo, Jogja.
Sponsor Wayang dewasa ini lebih menekankan segi drama dan pemanggungan wayang kulit, soal teknis seni ( sabetan, suara dan pesinden ). Perubahan dari kesusastraan ke tonil yang ramai adalah populernya lakon – lakon Carangan, khususnya adegan dengan para 'Butha' , raksasa ( Magnis ). Klop sekarang pemikiran itu.
Jurnalisme budaya memiliki kekhasan. Disamping menginformasikan juga turut serta mengembangkan budaya asli. Menanggapi peristiwa sepanjang napas kebudayaan untuk setidaknya,
1. Mengeksiskan kata 'adhiluhung' menjadi 'kerutinan yg mendarah daging'.
Bersifat keseharian, informatif, pemantauan perkembangan serta dapat dinikamati secara luas ( jarak dan waktu ).
2. Membuat ruang publik sebagai mediasi.
Contoh ; Jurnalisme Budaya, Jurnalisme Islami, dll.
3. Lembar- lembar Folklore lokal yang berhubungan dengan Kepariwisataan, Industrialisasi. Setidaknya Bangsa yang mengenal budaya, seni, sastra tidak akan menjadi Bangsa yang bar - bar.
Pertunjukan Wayang Beber. |
Menuju Desa Wisata Wukirsari, Imogiri, Bantul, DIY, Indonesia
A. Peranan Pemerintah Dalam Permodalan, Pemasaran, Ketrampilan Teknik Dan Management.
Usaha Kerajinan Wayang kulit ( tatah sungging ) di Dusun Pucung, Wukirsari, Imogiri, Bantul, DIY sebagian besar merupakan sumber penghasilan pokok ( Munjianto, Skripsi : 2002 ). Besar kecilnya modal tergantung besar kecilnya usaha Home Industry tersebut. Modal sendiri dianggap lebih aman dan tdk menanggung resiko tinggi. Sulitnya persyaratan peminjaman modal menjadi alasan utama. Untuk menghemat, biaya produksi dan penyediaan bahan baku ( Kulit Kerbau, Sapi dan Kambing ) disesuaikan dengan pemesanan. Umumnya donatur atau sponsor juga memperhatikan jumlah produksi, saluran - saluran distribusi masal.
Untunglah, pasca Gempa Yogya 2006 persyaratan peminjaman modal itu menjadi semakin mudah. Pemerintah memberlakukan Program KUR ( Kredit Usaha Rakyat ). Ditambah kebijakan Pemda Bantul yang membangun Pasar Seni Gabusan ( Jl. Parangtritis ), sebagai tempat interaksi pengrajin dan pembeli serta display produk kerajinan. Diharapkan mampu menyaingi brand image-nya Pasar Sukowati, Bali.
Tak dapat dipungkiri, produk Kerajinan Tatah Sungging Pucung sudah mampu berkiprah di dalam dan luar negeri. Pasar lokal Bali, Bandung, Jakarta juga manca negara. Canada, Jerman, Jepang, Italia dan Suriname. Promosi Pemasaranpun gencar dilakukan, setiap tahunnya di adakan Bantul Expo di Pasar Seni Gabusan. Walaupun belum mmpunyai greget, tetapi patut diapresiasi sebagai terobosan. Konsep berwisata dan industri akan sangat pas diterapkan. Membidik pasar lokal, nasional sekaligus internasional. Letak Pasar yang merupakan Jalur stategis Wisata ( Desa Wisata Pandes-- Desa Wisata Tembi--Desa Wisata Manding--Pantai Parangtritis ). Bukan hanya sebagai ampiran rombongan wisata saja .
Sedangkan untuk Home Industry, sistem keterkaitan bapak angkat dan Mitra Usaha bertujuan meningkatkan nilai tambah serta mendorong pembentukn kelompok usaha bersama ( KUBE ) meningkat menjadi Koperasi ataupun Perseroan yang lebih menguntungkan. Program Berbasis Masyarakat, meningkatkn SDM dalam bidang kewirausahaan dan kepariwisataan.
Selanjutnya Home Industry memberi sumbangn lebih besar bagi pertumbuhn ekonomi nasional.
B. Desa Wisata
Pariwisata yang tepat adalah pariwisata yang secara aktif membantu dalam mnjaga suatu daerah kebudayaan, sejarah dan alam.
Dapat dilihat sebagai perencanaan dan pengembangan pariwisata yang menyebar dan menekankan pengidentifikasian warisan suatu area ( Chenem 1998:8a ).
Desa Wisata dikembangkan berdasar Konsep Community Based Tourism ( CBT ). Desa Wisata adalah suatu bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi dan fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku ( Nuryanti, Wiendhu. 1993. Concept, Perspective & Challenges, makalah bagian dari Laporan Konferensi Internasional mengenai Pariwisata Budaya. Yogya : Gadjah Mada University Press. Hal 2-3 ). Panjang amat bo, atau Edward Inskeep dalam Tourism Planning an Integrated and Suistainable Development Approach, hal. 166.
Village Tourism, Where small groups of tourist stay in or near traditional, often remote villages and learn about life and the local environment.
Nah dengan begitu kita akan samakan persepsi tentang Desa Wisata.
Desa Wukirsari terletak di sebelah selatan Kota Jogja. Luas 15 km persegi, terdiri 16 dusun dengan 91 RT. Akhir 2007 Jumlah penduduk mencapai 14ribu dengan kepadatan 1.500 jiwa/km2. Tahun 2009, Desa Wukirsari terus berkembang menjadi Desa Wisata. Dengan keunikan produk Home Industry nya ( Wayang, Batik, Bambu, Keris ), Alam ( Sungai Opak ), Situs Sejarah ( Makam Raja Mataram di Pajimatan ), Kuliner ( Tiwul Ayu, Pecel Kembang Turi,Wedhang Uwuh ), Kesehatan ( Teknik Gurah ) layaklah dikembangkan dlm konsep CBT. Tidak hanya melestarikan kebudayaan tradisional tetapi juga memberikan kesejahteraan masyarakat.
Pecel Kembang Turi |
1. Pemberdayaan Penduduk Lokal.
Desa Wisata Wukirsari |
Home stay Desa Wisata Wukirsari. |
Indah, Ramah, Kenangan ) terbingkai apik di Kabupaten Bantul dalam slogan Projo Taman Sari.
2. Penataan Kembali, Memperhatikan Demografi Penduduk ( Letak, tanah, komposisi Penduduk dan sarana pendidikan ).
Akses jalan masuk yang mudah ke Desa Wisata juga angkutan umum yang memadai. Pembenahan fisik dan non fisik dengan mempertahankan ciri ketradisionalannya. Bentuk rumah Limasan, Kampungan, Joglo. Ditunjang dengan pembangunan Sarana Home stay, Tempat Produksi, Warung dan fasilitas – fasilitas pendukung lainnya. Untuk mengakomodir segala sesuatu itu Pemerintah telah menjalankan Program PNPM Pariwisata.
Penguatan kelembagaan secara terus - menerus mutlak diperlukan.
3. Mengintepretasi dan Mengidentifikasikan Area.
Apa yang akan dijual dari Desa Wisata tersebut ?!. Life performent menjadi atraksi Budaya yang menarik. Pagelaran Wayang, Sholawatan, Paket latihan Menatah dan Mewarnai Wayang, Membatik, Nguras Enceh di Makam Pajimatan, dll. Akhirnya dalam Konsep Sadar Wisata-Industri, penduduk mampu memetakan geografis dan budaya setempat.
Jika anda anak muda yang tidak suka Budaya tradisional, tetapi tunggu dulu. Jika Budaya itu menghasilkan uang, bagaimana ?!.
Kedepan mungkin Desa Wisata Wukirsari masih bisa dikembangkan . Konsep Wisata Konvensi juga pembangunan Museum Wayang.
Bahkan bisa dikatakan mampu diwujudkan. Bagaimana dengan Desa Wisata Kebonagung yang notabene masih 1 kecamatan dengan Desa Wukirsari, sekarang telah mampu membangun Museum Tani.
Dalam perjalanan panjang menuju Desa Wisata ini, jika kalian masih 1 persepsi dengan saya tentang wisata juga wisata hati, mampirlah minum karna hidup hanya mampir minum-- Pepatah Jawa. Mampir Minum Wedhang Uwuh di Makam Raja Mataram, Imogiri.
DIY, 17 Agustus 2011.
Pustaka ;
Artha, Arwan Tuti. Yogykarta Tempo Doeloe, Sepanjang Catatan Pariwisata. BIGRAF : Yogyakarta, 2000.
Marpaung, Happy dan Herman Bahar. Pengantar Pariwisata. Alfabeta : Bandung, 2002.
Munjianto. Skripsi ; Peranan Industri Wayang Kulit Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja dan Pendapatan Bersih Keluarga, Study Kasus di Dusun Pucung, Wukirsari, Imogiri, Bantul, Yogyakarta ( Tidak dipublikasikan ), 2002.
Ong Hok Ham. Dari Soal Priyayi Sampai Nyi Blorong, Refleksi Historis Nusantara. Buku KOMPAS : Jakarta, 2002.
Piliang, Yasraf Amira. Pos Realitas ; Realitas Kebudayaan Dalam Era Pos Metafisik. Jalasutra : Yogya, 2004.
Simuh. Sufisme Jawa, Transformasi Tasawuf Islam ke Mistik Jawa. Yayasan Bentang Budaya : Yogya, 1999.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar anda akan memperkaya wawasan.