Social Icons

Sabtu, 15 Desember 2012

Andhong Sebagai Angkutan Wisata

“ Pada Hari Minggu ku turut ayah ke kota,
naik Delman istimewa ku duduk dimuka,
melihat Pak Kusir yang sedang bekerja,
mengendarai Kuda supaya baik jalannya,
duk, thik, dak, thik, duk, thik, dak, thik, duk, ...
suara sepatu Kuda “.


Masih ingat lagu anak – anak tersebut ?!. Delman ( Andhong, Kereta Kuda, Dokar ) merupakan salah satu angkutan darat, keberadaannya lambat laun mulai tergerus zaman. Digantikan model angkutan yang lebih modern, efisien, nyaman, cepat dan dapat mengankut secara masal. Perkembangan teknologi transportasi yang serba cepatpun berdampak ganda. Menguntungkan serta merugikan. Kemacetan, kecelakaan lalu lintas dan polusi. Polusi udara di kota – kota besar telah melebihi ambang batas. Cobalah pergi ke pusat kota mengendarai sepeda motor, memakai baju putih tanpa jacket. Pastilah warna baju akan berubah kusam akubat emisi kendaraan bermotor. Banyak kendaraan yang tidak laik jalan. Itu baru baju yang tidak bisa menyerap, belum paru – paru yang setiap hari menghirup udara yang terkontaminasi dengan berbagai polutan.

Menyadari akan kondisi tersebut, teknologi transportasi mulai mengembangkan model angkutan yang ramah lingkungan. Lalu apakah musti kembali pada model angkutan tradisional ( Andhong, Kuda, sepeda, becak, kapal layar, dll ), ataupun kembali ke Zaman Batu The Flinstone ?!.
Sebenarnya tidak perlu dikuatirkan, transportasi modern menggeser keberadaan angkutan tradisional. Semua mempunyai fungsinya masing – masing. Sudah beberapa lama, Dinas Perhubungan DIY membuat peraturan tentang Andhong. Andhong harus mempunyai plat nomor, nomor rangkan dan Surat Ijin Operasional Kendaraan Tidak Bermotor ( SIOKTB ). Bertujuan agar Andhong menjadi model angkutan wisata, sehingga pemiliknya dituntut untuk memberikan pelayanan yang baik terhadap masyarakat ( khususnya wisatawan ). dalam hal ini, keberadaan Andhong tak tergantikan model transportasi lainnya dari segi ketradisionalannya dan merupakan salah satu Icon wisata Jogja.
Hotel Santika Jogja mempunyai konsep dalam memanjakan tamu, khususnya wisatawan manca negara dalam pelayanan. Suatu ketika tamu hotel dijemput dengan Andhong untuk diner di Joglo Mlati. Menu lokal ditambah live performent sendra tari, benar – benar membuat aura Jogja ( Jawa ) begitu kental. Ditambah arsitektur Joglo dengan penerangan obor dan lilin. Para pecinta wisata budaya seperti dimanjakan.


Kereta Kuda ( secara lebih luas ; kereta yang ditarik hewan ) selain sebagai angkutan juga memiliki nilai ekonomi dan status sosial bagi pemiliknya. Andhong sebagai angkutan wisata, gerobag yang ditarik Sapi ( Pedati ) umumnya dimiliki oleh rakyat jelata. Zaman dahulu berfungsi sebagai alat angkutan barang, bahkan orang. Sekarang sudah mulai tergantikan dan ditinggalkan sama sekali.
Kereta Kyai Garuda Yeksa dipergunakan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono secara turun temurun untuk kirab setelah penobatan sang raja. Kereta Janasa dipakai mengantarkan jenazah Raja = raja Jogja menuju Pemakaman Imogiri. Kereta Kyai Jaladara, Kereta Kyai Manda Juwala, Kereta Kutaka Kaharjo, Kereta Kyai Kanjeng Nyai Jimat, Kereta Kyai Harsunogo, dan Kereta Landrowerisam merupakan koleksi Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat yang sarat nilai budaya dan status sosial pemakainya.

Andhong, Angkutan Wisata, Kereta Kraton Ngayogyakarto Hadiningrat, transportasi tradisional
Gbr. Andhong Sebagai Angkutan Wisata



Menjadikan Andhong sebagai salah satu model angkutan wisata, memerlukan penataan ruang lebih lanjut. Tidak elok ketika wisatawan berkeliling dengan Andhong ditepian pantai, sementara banyak turis yang sun bathing. Salah satu contoh sederhananya.
Sudah banyak konsep yang diajukan mengenai penataan kawasan Malioboro. Dari konsep area Tugu Jogja ( Pal Putih ) sampai Keraton, seharusnya difungsikan sebagai area pejalan kaki dan kendaraan tak bermotor, penataan lahan parkir, pembangunan jalan alternatif dan lainnya. Sekian banyak konsep tersebut hanya mandeg pada tahap aplikasi, karena ( lagi – lagi ) terkendala oleh
kepentingan ekonomi “ dari pihak tertentu.
Terkadang pemandangan kontras juga menakjubkan. Ketika modernisasi dan tradisi berjalan beriringan. Suara Kereta Api di Stasiun Tugu, Bus Trans Jogja berhenti di Halte Malioboro, deretan Tukang Becak menunggu penumpang, ramai kaki lima, angkringan dan lesehan mulai buka, toko – modern dan mall menggelar cuci gudang, Pasar Tradisional Bering Harjo ramai tawar – menawar, pejalan kaki maju mundur menyeberang jalan, klakson kendaraan bersahutan, pengendara motor memakai hot pants kelihatan celana dalamnya dari belakang, para turis bercanda dalam Andhong menuju keraton, sedangkan Big Yellow Taxi took my girl away,...



Bantul, 06 Desember 2012.
by Facebook Comment

Artikel Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar anda akan memperkaya wawasan.