Social Icons

Minggu, 24 Juni 2012

Angkringan VS Lesehan



Angkringan dan Lesehan. Kita akan gojeg kere1 sambil ngobrol tentang cara duduk. Angkringan mengacu pada kata “ angkring, ngangkring, nangkring “ yang berarti cara duduk dengan santai. Perhatikan Wong Cilik2 ketika duduk makan pada sebuah warung kecil.
Lesehan merupakan kebiasaan Orang Jawa ketika makan sambil duduk bersila pada selembar tikar yang digelar di lantai. Pas kiranya duduk santai sambil menikmati Tembang Jawa3,
Angkringan Jogja, Lesehan Malioboro
Lesehan Malioboro
E dayohe teko
ndang gelarno kloso
E klosone bedah
tambalen Jadah
E Jadahe mambu
pakakno Asu
E Asune mati
kelekno kali
E kaline banjir
kelekno pinggir




Angkringan 4 merupakan sebuah warung dengan gerobag dorong, terpal plastik sebagai atap dan penutup samping alakadarnya. Sekedar menahan dingin dan panas udara. Terpal plastik biasanya berwarna Biru atau Orange mencolok. Warung ini banyak ditemui di Jawa Tengah, Jogja di pinggir – pinggir jalan pada malam hari. Angkringan identik dengan Wedhang Jahe, Nasi Kucing, aneka gorengan, murah, buka 24 jam dan tempat segala macam informasi. Dari ngobrol santai, serius, remeh temeh sambil makan Nasi Kucing ( Sego Kucing ). Nasi dengan porsi sedikit, kecil yang dibungkus koran dan Daun Pisang. Lauk Ikan Teri, Oseng oseng Tempe atupun hanya sambal. Pokoknya pas untuk makanan Kucing ( hahaha,... ).
Setidaknya menu di angkringan, cukup mengubah pola konsumsi mahasiswa. Anak kost yang makanan pokoknya Mie instant naik tingkat menjadi nasi. Walaupun Nasi Kucing. Tapi memang, Indonesia adalah bangsa mie instant.
Sejarah angkringan di Jogja merupakan perjuangan melawan kemiskinan. Ironis dengan predikat sebagai kota pelajar, seni dan budaya. Orang yang kebanyakan melek pendidikan dengan tingkat kreatifitas tinggi, masih menyisakan ruang luas kemiskinan. Tapi itulah kenyataan !.
Kemiskinan itu pilihan, kebiasaan ataupun keterpaksaan.
Angkringan Lik Man, Angkringan Tugu, Angkringan Jogja, Sejarah angkringan, angkringan legendaris
Angkringan Lik Man
Angkringan Jogja dipelopori oleh Mbah Pairo tahun 1950-an. Seorang pendatang dari Cawas, Klaten, Jawa Tengah. Berusaha mengadu nasib ke Jogja. Setiap malam memikul dagangan disepanjang Malioboro. Pada mulanya angkringan merupakan gerobag pikulan, bukan gerobag dorong seperti sekarang. Berkeliling menjajakan menu khas angkringan dengan Lampu Senthir dan penerangan jalan seadanya. Mulai sore sampai dini hari. Arang bara menjaga makanan dan minuman tetap hangat.
Tahun 1969 angkringan Mbah Pairo diteruskan anaknya. Terkenal dengan Angkringan Lik Man ( Angkringan Tugu ). Sempat beberapa kali berpindah tempat. Akhirnya menetap di Jalan Wongsodirjan, Utara Stasiun Tugu Jogja. Angkringan legendaris ini menawarkan menu istimewa ; racikan Teh Nasgithel, Nasi Kucing, Jadah bakar dan Kopi Joss. Minuman kopi yang dicelupi Arang bara. Menurut penelitian Mahasiswa UGM ( sering mangkal di Angkringan Lik Man ), Arang bisa mengurangi kadar kaffein dalam kopi.
Menikmati malam dengan Kopi Joss di angkringan legendaris, sungguh hidup hanya mampir ngopi.
kawasan wisata angkringan jogja, Kopi joss, nasi kucing
Kawasan Wisata Angkringan Jogja
Malam hari adalah waktunya angkringan dan lesehan Malioboro, ketika toko – toko modern mulai tutup. Lesehan Malioboro menawarkan Gudeg, Ayam, ikan, daging- dagingan dan aneka makanan dan minuman yang khas. Tidak perlu kuatir, lesehan sepanjang Malioboro telah memasang tarif harga. Tidak ada lagi kebiasaan penjual menaikkan harga sembarangan, apalagi untuk orang luar kota.
Angkringan dan lesehan itu pilihan, kebiasaan ataupun keterpaksaan. Tempat ini tidak hanya favorit kelas menengah kebawah, karna Angkringan dan Lesehan telah menjadi klangenan.


Wisata kuliner ini lebih top markotop jika diceritakan Pak Bondan Winarno.
Di sepanjang Lesehan Malioboro, musisi jalanan mulai beraksi,...

Bantul, Juni 2012



1 ngobrol, ketawa- ketiwi yang penting asyik bahkan tanpa sebab sekalipun
2 sering digunakan PDI-P sebagai jargon kampanye dan politik
3 Tenbang Jawa yang telah mengendap menjadi ingatan kolektif masyarakat. Judul dan penciptanya pun sukar ditelusuri, yang jelas sering digunakan untuk media da'wah Wali songo melalui seni dan budaya.
Saya hanya berusaha menterjemakan dengan pas dalam Bahasa Indonesia.
E tamunya tiba
gelarkan tikar segera
E tikarnya robek terbelah
tamballah Jadah
E basi Jadahnya
berikan Anjing 'tuk memakannya
E Anjingnya mati
hanyutkan ke kali
E kalinya banjir
hanyutkan pinggir

Kata “ Tamu “ dalam tembang itu bisa berarti luas. Kearifan lokal membuat Orang Jawa begitu menghormati tamu. Sikap tebuka itu tercermin dalam “ menggelar-menggulung “ terhadap segala unsur yang akan masuk. Jika ditarik dari segi wisata, tamu itu bermakna wisatawan. Segi spiritual, merupakan suatu prosesi untuk menyambut Tamu Agung. Tamu agung itu adalah Bulan Ramadhan.
4 Di Solo Angkringan sering disebut HIK, diplesetkan menjadi Hidangan Istimewa Kampung. Di kampungku ngetrend dengan Koboinan.
by Facebook Comment

Artikel Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar anda akan memperkaya wawasan.