Social Icons

Sabtu, 22 Juni 2013

Radio ; Antara Imajinasi dan Visualisasi


 
Radio kuno
Radio Transistor
" Banyaklah mendengar ", begitulah pepatah bijak mengatakan. Tahun 80-an sampai dengan awal 90-an merupakan fenomena booming nya sandiwara radio. Maklum tahun tersebut belum banyak stasiun tv swasta yang mengudara, tak pelak TVRI adalah satu - satunya stasiun sebagai hiburan, informasi dan edukasi. Sedangkan radio berada pada masa jayanya dalam mengambil kesempatan sebagai media hiburan, informasi dan edukasi yang merakyat.
Sandiwara radio menjadi primadona acara, disiarkan lebih dari 512 stasiun yang tergabung dalam Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia ( PRSSNI ). Naskah cerita yang ditulis secara apik, keprofesionalan serta kekhasan pengisi suara menimbulkan imajinasi pendengar. Dari bunyi - bunyian yang ditimbulkan, pendengar membangun imajinasi visual masing - masing.

Ide cerita dikembangkan dari latar belakang sejarah kerajaan - kerajaan di Nusantara. Ramuan antara fakta sejarah, ingatan kolektif masyarakat, mitos serta imajinasi berbaur begitu ulet dan plastis. Ciri lokalitas menyeruak begitu dalam.
Saur Sepuh, Tutur Tinular, Misteri Gunung Merapi, Babad Tanah Leluhur, Kaca Benggala, Bende Mataram, Sabda Pandita Ratu, Gandrung Arum --- merupakan sebagian sandiwara radio yang berlatar belakang sejarah yang dibumbui romantisme. Genre drama seperti Ibuku Malang Ibuku Tersayang, Butir - Butir Pasir di Laut, sandiwara berbahasa Jawa yang dibawakan oleh pembawa cerita Abbas Ch, sandiwara anak - anak Joni Kukuh yang disponsori multi vitamin Vidoran, ikut menyemarakkan keragaman tema.
Radio tak bisa dilepaskan dari bunyi. Peran dubber, sound effect dalam sandiwara menentukan sejauh mana imajinasi visual pendengar terbangun. Siapa yang tak mendengar nama - nama besar ; Fery Fadli, Elly Ermawati, Ivone Ross, Edi Dhosa, Hasdi Suhastra, Petrus Ustpon, Bahar Mario, Maria Oentoe, Asriati sebagai para pengisi suara yang handal ?!.
Suara Hasdi Suhastra yang biasanya sebagai pembawa cerita begitu berwibawa, dalam, nggandem kata Orang Jawa. Ivone Ross sebagai pengisi suara Lasmini dalam Saur Sepuh yang begitu genit, masih bisa kita nikmati sampai sekarang dalam karakter dan media yang berbeda yaitu sebagai dubber Nobita ( Film Animasi Doraemon ) yang masih ditayangkan oleh salah satu stasiun tv swasta di Indonesia sampai sekarang.
Peranan sponsor juga sangat menentukan terselenggaranya sandiwara radio. Mayoritas sponsor merupakan produk obat sakit kepala, influenza, diare dari PT. Kalbe Farma, Dankos, Deltomed atau Bintang Toedjoe seolah membawa klangenan, memori romantisme tersendiri ketika selalu hadir dalam slot - slot durasi pada sandiwara radio sebagai iklan.
Seolah pendengar sandiwara radio adalah orang yang selalu berpenyakitan ; pusing, flue atau diare ?! ( hahaha ). Tapi siapa orang yang tak sakit kepala memikirkan jaman modern di negeri ini, sekarang ini ?!.

Radio ; Antara Imajinasi dan Visualisasi

Tahun 1901 Guglielmo Marconi berhasil mengirim berita radio melintasi Samudra Atlantik, dari Inggris ke New Found land. Sejak saat itu, perkembangan teknologi telekomunikasi dan informasi ( telematika ) begitu pesat. Perkembangan yang berkecenderungan mengarah pada konvergensi ( penyatuan ) antara ranah penyiaran , telekomunikasi dan informatika.
Teknologi keradioan mutakhir meliputi Digital Audio Broadcast ( DAB ), radio visual ditambah konvergensi radio dan internet pun terus dikembangkan sebagai alternatif untuk tetap dapat bersaing dengan media lainnya. Streaming radio di internet menjadi peluang baru bagi penggiat radio komunitas yang terkendala perijinan dan jangkauan siaran. Karena pada dasarnya tantangan yang dihadapi radio dewasa ini, bagaimana memperluas jangkauan pendengar dan mnghemat biaya operasional. Bahkan Radio Komunitas Suara Buruh Migran, Yogyakarta dapat didengarkan oleh para pekerja Indonesia di Singapura, Arab, Hongkong dan China ( http://buruhmigran.or.id ).
Di pedesaan, mulai berkembang Jaringan Radio Komunitas ( JRK ). Radio yang mempunyai konten khusus dan khas, bertujuan sesuai dengan komunitas masing – masing dan bersifat non komersil. Bukan demi kepentingan komunitas tertentu, melainkan komunitas melayani diri sendiri melalui radio. Kementrian Komunikasi dan Informasi juga memiliki program sejenis melalui Desa Informasi. Program ini bisa bersinergi dengan Jaringan Radio Komunitas ( JRK ).
Tampaknya peluang radio konvergensi ini akan sedikit terkendala dengan RUU ( Rancangan Undang - Undang ) Konvergensi Telematika yang perlu ditinjau ulang. Membedakan penyiaran radio yang komersil dan non komersil.
Disamping live streaming, konvergensi radio dengan internet juga merambah ke media jejaring sosial. Fans page, group, akun resmi radio mencoba berinteraksi agar mendapatkan umpan balik dari penggemar. Komunikasi yang terjalin menjadi multi arah dan kemudahan mengakses media pun terpenuhi. Akhirnya radio tidak hanya bisa dinikmati secara audio saja.
Konvergensi teknologi 3G untuk siaran radio sanggup memfasilitasi interaktivitas pendengar dan penyiar melalui audio-visual dengan fasilitas video call. Bahkan pendengar memungkinkan untuk face to face dengan penyiar via telepon genggam dimanapun, kapanpun.
Dengan demikian, apakah perkembangan kemutakhiran teknologi radio akan memundurkan radio yang notabene mempunyai ciri khas dibanding media lain yaitu kekuatan imajinatifnya ?!.
Hampir sebagian besar sandiwara radio yang diangkat ke layar lebar dan tv seketika itu juga runtuh pesonanya. Sinetron Misteri Gunung Merapi, Saur Sepuh begitu mengecewakan !.
Namun radio hanyalah salah satu media, pendengar atau penikmatlah yang memilih antara radio yang imajinatif ( audio ) ataukah radio yang audio-visual.


Bantul, 18 Mei 2013.
by Facebook Comment

Artikel Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar anda akan memperkaya wawasan.