Kehilangan
Gus Dur bagi saya dan juga kita adalah sebuah kehilangan yang tak
terperi. Meskipun saya selalu menghiburnya dengan kalimat : Gus Dur
tidak pergi hanya pulang. Tapi sungguh, saya sangat kehilangan
“ pendekar ” dengan jurus - jurusnya yang tak terduga dalam
memperjuangkan keadilan dan kesejahteraan di negara kita tercinta
ini.
Saya
juga sependapat dengan kalimat dari Gus Yahya Cholil Staquf : “ Aku
tak pernah berhenti percaya bahwa seandainya yang menjadi presiden
waktu itu adalah Gus Dur sebelum sakit, pastilah hari ini Indonesia
sudah punya wajah yang berbeda, wajah yang lebih cerah dan lebih
bersinar harapannya.”
Meskipun
sering kita hanya bisa senantiasa bengong dan takjub oleh
gagasan-gagasan dan tindakan - tindakannya.
Gus
Dur adalah sebuah buku yang terbuka. Yang senantiasa siap kita baca,
kita tafsirkan, kita diskusikan, dan barangkali juga siap untuk
dicaci maki oleh lawannya, meskipun Gus Dur tidak pernah memposisikan
bahwa, mereka yang berbeda ide dan pemikiran adalah sebagai seorang
“ lawan ” tapi lebih sebagai sahabat berdiskusi dan beradu
argumentasi. Sebagai sebuah Buku sangat lah menantang untuk dibaca
Karena Gus Dur tidak mengikuti arus, juga tidak melawan arus, tapi
Gus Dur menciptakan arus pemikiran - pemikiran, yang tidak hanya
berhenti pada sebuah ucapan yang bombastis, tapi secara konsisten
juga diwujudkan dalam perilaku, tindakan, dan amaliyah beliau.
Ketika
begitu banyak orang meributkan masalah pornografi, Gus Dur
melontarkan kalimat : kalau mau mengajari orang baris berbaris ya
harus tahu baris berbaris yang benar dulu. Juga sebuah kalimat yang
kontemplatif : “ Porno atau tidak, itu ada dalam kontruksi pemikiran
Kita ”. Kalau pikiran sudah “ ngeres ” melihat seseorang yg
tertutup rapat auratnya pun akan bangkit nafsu syahwatnya.
Saat
menjadi Presiden, Orang - orang mengecam kegemarannya berkeliling
dunia, padahal kalau kita cermati negara yang beliau kunjungi itu
identik dengan daftar undangan Konferensi Asia - Afrika. Brasil
mengekspor sekian ratus ribu ton kedelai ke Amerika setiap tahunnya,
sedangkan kita mengimpor lebih separuh jumlah itu, dari Amerika pula.
Maka Gus Dur ke Brasil agar kita dapat membeli langsung kedelai dari
sumbernya tanpa makelar Amerika. Venezuela mengimpor seratus persen
belanja rempah - rempahnya dari Rotterdam, sedangkan kita mengekspor
seratus –persen rempah - rempah kita kesana. Maka Gus Dur mencoba
menawari Hugo Chavez membeli rempah-rempah langsung dari kita. Gus
Dur mengusulkan kepada Sultan Hasanal Bolkiah untuk membangun Islamic
Financial Center di Brunaei Darussalam, lalu melobi negara - negara
Timur Tengah untuk mengalihkan duit mereka dari bank - bank di
Singapura kesana.
Tapi
media dan orang - orang menyebut Gus Dur suka pelesir, bukan memberi
sebuah apresiasi sebagai sebuah langkah taktis untuk melawan ketidak
adilan dalam tata perdagangan internasional. Padahal itu adalah
sebuah langkah kuda dalam catur atau langkah cerdik agar tidak
menyerang kekuatan - kekuatan dunia secara frontal. Dan agar negeri ini tidak
menjadi “ pekathik ”-nya negara lain dan hanya bisa “ sendiko
dawuh ”.
Langkah - langkah tersebut dilakukan bukan dalam rangka tebar pesona dan pencitraan .
Untuk hal - hal yang prinsip, seperti perjuangan kedaulatan hukum,
Pancasila, UUD 45, membela yang diperlakukan tidak adil, Gus Dur
tidak pernah berhitung secara politis. Apakah ucapan dan
tindakan - tindakannya populer, semua dikesampingkan. Suatu misal ada
penyerangan warga Ahmadiyah, kita pasti langsung mendapati Gus Dur
berbicara di Media, menuntut tanggung jawab pemerintah. Tak peduli
hal demikian akan menurunkan popularitasnya.
Gus
Dur seperti sebuah buku yang spektrumnya begitu luas, karena
begitu luas wawasan intelektualitasnya juga bidang yang
diperjuangkannya, dari artikel - artikel dan kolom - kolomnya dulu yang
tersebar di media masa dapat kita baca. Ada artikel tentang
sepakbola, artikel tentang budaya, politik. Juga kegemarannya dalam
mendengarkan musik, mulai musik timur tengah, musik tradisional,
sampai lady rocker Janis Joplin. Dan juga ketertarikannya pada dunia
sastra. Gus Dur pernah mengatakan 2 novel indonesia yang paling
beliau sukai adalah Bumi Manusia - nya Pramoedya Ananta Toer dan JalanTiada Ujung - nya Mochtar Loebis.
Tetapi
spektrum yang demikian luas tersebut dapat kita tarik benang merah
menjadi 9 nilai dasar GUS DUR.
1.
KETAUHIDAN, Ketauhidan bersumber pada Allah, satu - satunya Dzat yg hakiki
yg maha cinta kasih, yg disebut dg berbagai nama. Ketauhidan yg
bersifat ilahi, diwujudkan dlm perilaku dan perjuangan sospol,
ekonomi, budaya dalam menegakkan nilai - nilai kemanusiaan.
2.
Kemanusiaan.memuliakan manusia berarti memuliakan penciptanya.dan
Gus Dur selalu membela kemanusiaan tanpa syarat
3.
Keadilan, karena keadilan tidak sendirinya hadir di dalam realitas
kemanusiaan maka harus diperjuangkan.martabat manusia hny bs dipenuhi
dg adanya keseimbangan, kelayakan, dan kepantasan dalam masyarakat
maka Gus Dur selalu melindungi dan membela kelompok masyarakat yang
diperlakukan tidak adil, karena ini merupakan tanggung jawab moral
kemanusiaan.
4. Kesetaraan, bersumber dari pandangan bahwa setiap manusia memiliki
martabat yg sama di hadapan Tuhan. Kesetaraan meniscayakan perlakuan
yang adil GUS DUR sepanjang hidupnya membela yang tertindas dan dilemahkan, termasuk kaum minoritas dan marjinal
5.
Pembebasan. semangat pembebasan hanya dimiliki oleh jiwa - jiwa yang
merdeka, bebas dari rasa takut. maka sepanjang kehidupannya GUS DUR
selalu mendorong dan memfasilitasi tumbuhnya jiwa - jiwa merdeka.
6. Kesederhanaan, sebuah sikap dan perilaku yang wajar dan patut.
Menjadi konsep kehidupan yang menjadi jati diri. Dalam hal ini
kesederhanaan akan menjadi budaya perlawanan terhadap budaya elit saat ini yang
berlebihan, materialistis, dan koruptif.
7.
Persaudaraan yang bersumber pada penghargaan atas kemanusiaan, keadilan,
kesetaraan untuk menggerakkan kebaikan Gus Dur dalam hidupnya memberi
teladan dan menjunjung tinggi persaudaraan dalam masyarakat, bahkan
terhadap yang berbeda keyakinan dan pemikiran.
8.
Keksatriaan, bersumber dari keberanian untuk memperjuangkan dan
menegakkan nilai - nilai yang diyakini. Keksatriaan Gus Dur menunjukkan
integritas pribadinya yaitu penuh rasa tanggung jawab, siap dengan
konsekuensi yang dihadapi, serta istiqomah. Juga mengedepankan
kesabaran dan ikhlas dalam menjalani proses yang seberat apapun dan
menyikapi hasil yang dicapai.
9. Kearifan lokal, bersumber pada nilai - nilai sosial budaya yang berpijak pada tradisi dan praktik terbaik masyarkat. Menurut Gus Dur kearifan lokal
indonesia di antaranya berwujud pada Pancasila, UUD 45, prinsip
Bhinneka Tunggal Ika, juga yang berisi seluruh tata nilai kebudayaan
nusantara yang beradab. Gus Dur menggerakkan kearifan lokal menjadi sumber
pijakan, gagasan dan pijakan sosbudpol dalam membumikan keadilan,
kesetaraan, dan kemanusiaan tanpa kehilangan sikap terbuka dan
progresif terhadap perkembangan peradaban.
Sebagai
sebuah buku yang terbuka dan terus bisa dibaca dan dikaji, 9 nilai
dasar ini semoga akan dapat terus kita perjuangkan, tentunya atas
ridho dari Tuhan yang maha pengasih dan penyayang. Dimana kalau kita
lihat para elit penguasa saat ini, sudah begitu kehilangan nilai - nilai hakiki tersebut. elit penguasa yang ada hanyalah memperjuangkan
kepentingan kelompok dan kroni - kroninya, sementara rakyat hanyalah
sebagai obyek penderita.
Meskipun
saya tak pernah mampu menangkap secara tepat setitik pemahaman yang
berarti dari ilmumu Gus, tapi semoga tulisan ini bisa menjadi
pengobat rinduku padamu. Dan semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala
menyelimutkan kasih sayang buat Gus Dur di surga. juga semoga Allah
mencurahkan segala kasih - Nya pada bangsa tercinta ini, juga rakyatnya
yang masih banyak dirundung duka nestapa. Amin.
Madiun,
16 april 2012
Arif
Gumantia
Gusdurians Madiun dan Penasehat
Majelis Sastra Madiun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar anda akan memperkaya wawasan.