Social Icons

Sabtu, 20 Oktober 2012

History + Herstory = Orang Tua & Anak – Anak


Beberapa waktu lalu seorang wanita bertanya padaku, “ Mengapa manusia harus menikah ?! “.
Saya jawab mulai dari orientasi agama, biologis dan Hukum – hukum Alam ( Hukum Tarik – menarik, keseimbangan alam, dll ). Pokoknya detail dan bla bla bla. Namun ia masih tetap bertanya dengan pertanyaan yang sama. Hal ini bukan hanya perkara logis tidak logis, tepat tidak tepat tapi lebih dari itu. Mungkin seorang wanita hanya mencari satu jawaban dari sekian banyak jawaban ( dari subjek, situasi dan kondisi berlainan ) yang sekiranya nyantol dalam otak dan hatinya. Sekiranya mungkin begitu.
Tampaknya hari ini akan menjadi “ sesuatu banget “ -- pinjam istilahnya Syahrini – dari berbagai segi dan sendi.
Sejarah Manusia Indonesia ( secara umum ) tidak bisa dilepaskan dari sejarah lisan ( Oral History ). Dongeng, babad, hikayat, cerita turun – temurun selalu diceritakan ulang dari generasi ke generasi. Tentunya dengan penambahan pengurangan dari bentuk dan tujuannya masing – masing. Mungkin sebagai legitimasi kepentingan, kekuasaan atau sekedar mitos, simbolisasi ataupun memang fakta sejarah. Lalu kita akan sedikit ragu, jika realitas itu bercampur baur dengan imajinasi menjadi sebuah ingatan kolektif masyarakat. Tetapi tidak, sejarah harusnya tidak hanya memisahkan antara fakta dan mitos saja. Melainkan memberi makna, intepretasi pada keduanya.
Masih ingatkah kita ketika selalu didongengkan oleh orang tua ( khususnya ibu ) sebelum tidur ?!.
Arus gelombang informasi juga teknologi senada dengan Alvin Toffler, mungkin telah mereduksi, menghilangkan sementara hal – hal kecil itu. Pergeseran fungsi dan nilai dari peran orang tua terhadap anak seiring perkembangan zaman. Teknologi dengan kreatif dan aplikatif menawarkan alternatif itu melalui film. Film yang berdongeng dan berkisah.
Kita masih ingat fenomena best seller nya Film Harry Potter yang notabene dongeng anak – anak. Ternyata Dunia Sihir mampu membuat JK Rowling kaya raya. Ya, sihir elektronik.
Nah, dari sinilah kita akan memulai sejarah ; “ Mengapa manusia harus menikah ?! “.
Bagan Matrilineal, Sistem Kekerabatan, Matrilineal
Matrilineal Decent Group
Apa hal yang selalu ditanyakan ( menjadi topik pembicaraan ) ketika sedang berkumpul dengan teman, saudara dan handai tulan ?!. Pasti tidak jauh dari pekerjaan, keluarga, kesukaan juga kenangan. Kita mungkin akan sedikit risih ; “ kapan nikah ?! “, “ Sudah punya anak berapa ?! “, “ kerja dimana ?! “, “ Eh, masih ingat tidak teman SD kelas 5 kita yang suka telat masuk kelas itu ?!. Sekarang anak pertamanya menjadi peserta olimpiade fisika tingkat dunia lho “.
Hopo tumon, kalau diteruskan jadi acara gossip ini.
Hal – hal kecil seperti itu tak bisa dielakkan dan memang harus dimaklumi. Kita mungkin membicarakan masalah politik, ekonomi hak asasi, hukum, pluralisme, dll. Gila aja terus membicarakan hal itu melulu. Tetapi baiklah, kita ikuti alurnya dulu.

  • Politik
Pada dasarnya motivasi untuk meraih posisi serta kedudukan dalam bidang politik, ekonomi dan status sosial adalah untuk orang – orang yang dicintai ( khususnya anak ). Setidaknya orang tua tidak akan meninggalkan beban dosa ( sanksi moral, sanksi masyarakat ) kepada anaknya akibat dari pemenuhan posisi dan kedudukan tersebut.
Masih segar dalam pemberitaan, kasus Angelina Sondakh yang berusaha menangguhkan penahanannya dengan alasan demi anak – anaknya .
  • Pendidikan
Pada waktu tertentu mungkin kita sedang membicarakan pendidikan. Orientasi dan fokus pengembangan pendidikan tertuju pada kualitas anak didik. Generasi muda sebagai penerus sejarah.
  • Ekonomi dan Kekuasan
Ketika seseorang telah meraih kesuksesan, tahap selanjutnya adalah bagaimana sebanyak mungkin mensukseskan orang lain disamping meninggalkan warisan yang berharga. Setali tiga uang dengan kekuasaan, legitimasi kekuasaan. Dalam suatu negara yang menganut
Sistem Monarkhi, suksesi kekuasaan dilakukan secara turun – temurun.
Era Kerajaan – kerajaan di Nusantara, Bani Umayah, Bani Abassiyah, Monarkhi Inggris, dll telah gamblang menceritakan keadaan tersebut. Bahkan ketika presiden SBY mengatakan bahwa harusnya tidak boleh ada Sistem Monarkhi dalam negara demokratis, itupun tidak mengurangi secuilpun sistem yang telah berjalan di DIY tentang suksesi pemimpin daerah. Faktor kesejarahan, aspirasi masyarakat juga legitimasi kekuasaan. Walaupun sekali lagi permasalahan ( DIY ) harus dikaji secara tuntas dan berimbang dari berbagai perspektif. Saya hanya memberi contoh perbandingan.
  • Kepahlawanan
Kita mungkin saja gagal menjadi seorang pahlawan yang ditulis dengan tinta emas dalam sejarah. Diam – diam entah sadar atau tidak, kita selalu berdo'a, berusaha, berharap kelak generasi keturunan kita menjadi ( katakanlah pahlawan ) yang mengharumkan nama keluarga. Mungkin ini juga merupakan alasan konyol.
Cerita klasik China mengilustrasikannya dengan sangat indah dan realistis dalam “ Kakek Tua Memindahkan Gunung “.
  • Perceraian
Sering kali kita mendengar, melihat, merasakan kasus perceraian yang terjadi di sekitar kita. Eloknya lagi kasus itu telah menjadi konsumsi publik dalam ranah media massa. Acara Gossip di Tv mengeksposnya secara besar – besaran. Pada juntrungnya kembali lagi masalah harta gono gini dan hak asuh anak.
  • Demografi Penduduk
Populasi penduduk di suatu wilayah dipengaruhi ( secara umum ) oleh tingkat kelahiran dan kematian penduduk. Tingkat pertumbuhan penduduk yang tidak terkontrol semakin meresahkan serta menimbulkan masalah baru. Sejauh mana program yang dicanangkan pemerintah menjadi solusi yang efektif, efisien ( Program KB, Transmigrasi, UU pernikahan, dll ) ?!.
Mungkin sempat terlintas dalam benak untuk memilih tidak menikah ( dengan berbagai alasan ), setidaknya membantu pemerintah dengan bersolusi sendiri ( bhuahahahaha,... ). Memang tidak ada yang lucu sejauh menyangkut pilihan.
Pepatah Jawa mengatakan “ Banyak Anak Banyak Rejeki “ mungkin juga masih relevan, pun program nikah dan banyak anak ( Aliran Wahabi ) cukup menambah solusi ( bhuahahahaha,... ).
Seiring perkembangan zaman dan teknologi, kita akan menemui kasus seperti ; Bank Sperma, kloning, aborsi, sex bebas, foto copy dan cermin ( karena sama – sama menggandakan sesuatu ). Yang terakhir pasti ngawur.

Pokoknya sekarang ini merupakan Zaman “ sesuatu banget “ -- pinjam istilahnya Syahrini – bukannya Zaman Edannya RNg. Rangga warsito.
  • Hari Tua
“ Sudahkah anda merencanakan kesehatan anda untuk 3 tahun kedepan, 5 tahun kedepan atau bahkan 10 tahun kedepan ?! “. Mungkin pertanyaan ini terasa aneh. Di era modernisasi ini manusia dituntut untuk berpikir sehat, rasional dan terencana dalam segala aspek kehidupan.
Kesehatan manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berakibat ganda. Faktor tersebut dapat mempengaruhi kesehatan semakin meningkat ataupun penurunan kesehatan ( udara, air, makanan dan minuman, keseimbangan emosi, olahraga yang teratur, istirahat yang cukup juga keturunan ).
Bahkan seorang buruh rendahan sekalipun berhak mendapatkan jaminan kesehatan. Begitu juga Program MDG's yang mengagedakan Kesehatan maternal ( Ibu ) dan sanitasi ( air bersih ).
Ketika menjelang hari tua, kita menginginkan anak – anak kita sendiri yang merawat dan menemani. Merekalah yang “ menyelamatkan “ kita di hari senja. Walaupun konsep Panti Jompo menawarkan solusi praktisnya. Tetapi tetap keluargalah ( anak – anak keturunan kita ) yang seharusnya mengambil peranan dan tanggung jawab itu.
Jujur, sebagai orang tua sering tidak ingin mati sebelum memastikan anak – anak keturunannya hidup dalam segala kelimpahan. Karena kesuksesan orang tua merupakan bagian dari kesuksesan anak, begitu juga sebaliknya. Lebih dari itu, hubungan antar manusia tidak hanya sebatas materi tetapi juga non materi. Jika masih ada orang yang tidak percaya, mereka harus merasakan bagaimana rasa kehilangan itu. 

Anak - Anak bermain, anak - anak, Bermain air, fotografi air
Water Symphony
   
Ia lekat menatapku, lama dan dalam. Seolah mencari sesuatu yang bisa nyantol dalam otak dan hatinya. Lama dan dalam. Ia ganti bercerita padaku. Lama dan dalam, tanpa beranjak pada tatapan.
Dewasa ini banyak kita temui fenomena juga realitas anak – anak kecil yang ( sengaja ) bekerja. Anak – anak jalanan yang seharusnya masih berada pada usia belajar karena sistem ataupun keterpaksaan, mencari recehan di kerasnya jalan beraspal. Eksploitasi anak oleh orang tuanya sendiri di dunia entertainment. Lalu tanggung jawab siapa ?!.


Anaklah yang sebenarnya mempertemukan hubungan antar manusia dalam suatu ikatan ( secara sah ataupun tidak sah ). Karena anak – anak pulalah sejarah terus bergerak. Ketika berpikir tentang sejarah masa depan anak, sebenarnya kita memikirkan diri sendiri.
Sejak dahulu begitulah sejarah.
Aku masih mencari – cari “ Ya “ dalam tatapan matanya. Satu anggukan kecil, tapi aku tahu bukan itu maksudnya. Kita bergandengan tangan pergi ke bioskop. Kita sudah lelah berdiskusi, mungkin film akan lebih nyantol dalam otak dan hatinya. 



Bantul, 15 Oktober 2012. 



by Facebook Comment

Artikel Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar anda akan memperkaya wawasan.