Berangkat
sama malamnya, aku dan bayangan mengitari Yogya. Perut mulai lapar.
Ada yang lekas ramai, lalu lintas kota. Diseberang gang agak jauh,
polisi
tidur lebih
dipatuhi pengendara ketimbang rambu – rambu lalu lintas ataupun
polisi berseragam sendiri. Malam melewatinya pelan – pelan. Didekat
perempatan aku berhenti. Gerobag dorong dengan tenda dan kain penutup
Kuning bertulis, “
Sedia Bubur Kacang Ijo Es Kacang Ijo Madura “
membuatku berhenti, bukannya traffic
light.
Ada
2 tipe warung Bubur
Kacang Ijo ( Burjo ),
model gerobag dorong seperti yang kulihat, buka dari jam 17.00 –
23.00 WIB dipinggir jalan dan warung permanen ( semacam Warung Tegal,
Warteg ) yang tidak hanya menyediakan Burjo tetapi juga mie rebus,
gorengan, makanan dan minuman yang murah meriah khas kota Pelajar.
Kalau yang ini, biasanya buka 24 jam. Jika diperhatikan, terdapat
kesamaan antara Warung Burjo dan Angkringan.
- Segi Fisik
Menggunakan
gerobag dorong dengan kursi panjang sebagai tempat berjualan. Warung
Burjo memiliki ciri khas kain penutup berwarna Kuning dengan tulisan
“
Sedia Bubur Kacang Ijo Es Kacang Ijo Madura “
, sedangkan Angkringan menggunakan terpal plastik berwarna mencolok
( Orange, Biru ). Keduanya menggunakan konsep warung tenda.
- Tempat dan Waktu
Warung
dengan konsep tenda berlokasi dipinggir jalan yang strategis. Buka
setiap hari bahkan ada yang sampai 24 jam.
- Penjual
Pada
mulanya menurut sejarah, penjual Burjo dan Angkringan berasal dari
luar Jogja. Burjo sesuai dengan tulisan di spanduknya berasal dari
daerah Madura. Angkringan pun dipopulerkan pertama kali oleh orang
Klaten ( Sejarah Angkringan Lek Man ). Dalam perkembangannya,
Angkringan sudah mulai dikuasai penduduk lokal, sedangkan penjual
Burjo tetap mayoritas berasal dari Madura.
Para
penjual Burjo dan Angkringan se-Yogyakarta mengorganisir diri dalam
suatu perkumpulan atau paguyuban.
- Harga
Murah,
meriah dan merakyat. Harga standart semangkuk Burjo
Madura di
Jogja seharga Tiga Ribu Rupiah. Angkringan standart, mulai dari Lima
Ratus Rupiah sampai Lima Ribu Rupiah tergantung menu makanan. Harga
ini jarang sekali mengalami kenaikan. Jika naik pun tidak akan
terlalu tinggi.
Aku
masuk ke warung bertenda Kuning itu, tak terdengar juga Tenda Biru
nya Dessy Ratnasari. Semakin lepek warna kain Kuning, dapat
dipastikan cita rasa Burjonya semakin mantap. Teruji dari lamanya
berjualan, ditandai kain yang sudah lepek terpolusi waktu ( hahaha
).
Menu
Burjo
Madura
terdiri dari campuran Kacang Ijo, Ketan Hitam, susu, kuah santan,
campuran Tepung Hun
Kue,
Roti Tawar, Sirup Frambozen dan Es Serut ( gosrok ). Disajikan dalam
keadaan panas ataupun dingin, sesuai selera. Semangkuk Burjo kaya
akan nilai gizi.
- Kacang Ijo ( Phaseoulus Aureus. Famili Leguminoseae atau polong – polongan )
-
Vitamin B1 ( Tiamin ) berguna membantu proses pertumbuhan, mencegah
penyakit Beri Beri, menambah napsu makan, memaksimalkan fungsi
syaraf dan memperlancar pencernakan.
-
Protein dan Vitamin B2 ( Riboflavin ) membantu penyerapan protein
dalam tubuh.
-
Sumber mineral, fosfor, dan kalsium untuk memperkuat tulang.
-
Kandungan lemak tak jenuh, tidak membahayakan tekanan jantung.
- Ketan Hitam ( Oryza Glutinoza ) sebagai anti oksidan, mengandung Zat Besi yang berguna untuk pembentukan sel darah merah, Magnesium, Vitamin B dan E.
- Susu, kaya akan protein, mineral dan vitamin.
Bandingkan
dengan pengalih konsumsian dari Susu Hewani ( Sapi ) ke Susu Nabati
( Kedelai ).
- Santan Kelapa ( Cocos Nucifera ) mengandung kalsium, lemak, Omega 3, serat dan protein.
- Roti Tawar diperkaya dengan protein, lemak dan sebagai alternatif karbohidrat selain nasi. Mengkonsumsi roti semakin berkembang menjadi Budaya Roti di Indonesia. Tidak hanya makanan para Sinyo Belanda zaman dahulu, atau hanya sebagai sarapan pagi.
- Sirup Frambozen terbuat dari kelopak Rosella ( Hibiscus Sabdariffa ) sebagai bahan pembuat sirup alami tanpa zat pewarna kimiawi yang membahayakan. Rosella mengandung Vitamin C dan kalsium.
Tentunya
nilai gizi tersebut disesuaikan dengan kadar jumlah setiap bahan
dalam semangkuk Burjo
Madura.
“ Malam – malam begini, habis darimana mas ?! ““ Biasalah muter – muter ““ Diplastik 4, cak. Panas “ teringat adik, ibu dan bapak di rumah.
Akan
mengasyikkan makan bersama di rumah dengan menu Burjo
Madura.
Malam akan tambah hangat. Sehangat percakapan dan rasa kekeluargaan.
Malam masih saja melewatinya pelan – pelan.
“ Bahan Bakar Minyak naik, harga ikut naik, cak ?! ““ Tidak berani mas ““ Lho ?! ““ Sudah standart dari perkumpulan “
Dari
penjual Burjo
Madura,
aku mengetahui bahwa para penjual yang berasal dari Madura ( Burjo
dan Sate ) mengorganisir diri dalam sebuah perkumpulan penjual Burjo
dan Sate Madura. Sampai sekarang anggotanya mencapai 300-an orang
yang tersebar di wilayah Jogja. Pertemuan antar anggota dilakukan
secara rutin dan berkala. Selain membahas pengembangan usaha ( saya
menyebutnya 5
P-
Product,
Plan, Promotion, Price, Place
) juga mengadakan pengajian dan arisan bersama.
- Product
Apa
yang ditawarkan oleh Burjo
Madura
adalah cita rasa lokal dan makanan yang sarat gizi yang baik untuk
kesehatan. Makanan terkait dengan kebiasaan dan budaya setempat.
Mulai dari proses menyediakan ( ingat kain Kuning yang bertulis, “
Sedia Bubur Kacang Ijo Es Kacang Ijo Madura “
) dan menikmati ( cara makan ), kita sudah bisa mengenali budaya
seseorang. Kapan harus menggunakan piring atau mangkuk, sendok atau
tangan kanan atau malah tangan kiri, rasa manis, gurih, atau pedas
dan hal – hal kecil lainnya.
Menelusuri
sejarah 'Budaya Makan' ( tradisi kuliner, yang sedang menjadi salah
satu program wajib stasiun tv di Indonesia ) suatu kelompok
merupakan sebuah proses mencari dan menginternalisasi 'cita rasa'
suatu makanan kedalam otak, via lidah dan seluruh tubuh.
Jika
ingin dikembangkan dari segi produk, Burjo
Madura
masih bisa dicari nilai differensiasinya. Bahan baku masih bisa
dieksplorasi, misalkan mengganti Susu Hewani ( Sapi ) dengan Susu
Nabati ( Kedelai ), Susu Sapi dengan Susu Kambing Etawa, penggunaan
bahan organik dari setiap bahannya, dan lainnya. Secara otomatis hal
tersebut akan menaikkan nilai produk, sekaligus nilai gizinya.
Setidaknya peluang ini akan menarik konsumen tertentu, sebutlah
Vegetarian
( Lacto-Ovo Vegetarian, Lacto Vegetarian,
bahkan Vegan
) dan para penggemar makanan organik. Kedua kelompok konsumen
tersebut jelas – jelas orang yang sangat mementingkan mengonsumsi
makanan yang sehat, berapapun harganya.
Perlu
diperhatikan juga masalah supply
bahan baku dan kualitas rasa.
- Plan
Bahasa
menterengnya Bussiness
Plan.
Pada umumnya warung Burjo
Madura
yang tersebar di Jogja masih menggunakan sistem berjualan secara
konvensional. Membuka warung ditempat – tempat strategis dan
menunggu pembeli ( pelanggan ).
Peran
paguyuban penjual Burjo
Madura
setidaknya sebagai wadah solidaritas, kebersamaan, permodalan dan
management
usaha. Sehingga bisa memfasilitasi para anggotanya untuk berkembang.
Tidak
melulu mengurusi masalah berjualan, mereka juga mengadakan pengajian
secara berkala. Hal ini bisa jadi awal mula
Spiritualitas Bisnis yang
coba dikembangkan, secara sadar ataupun tidak sadar.
Sebenarnya
usaha jualan ini tidak hanya menawarkan produk kuliner ( Bubur Kacang
Ijo ) semata melainkan juga ketersediaan fasilitas toolsnya
( gerobag dorong, spanduk, supply
bahan baku, dll ), bahkan bisa mngarah pada sisitem penjualan
semacam frenchise.
- Promotion
Tempat
yang strategis dan khas, promosi mouth
to mouth
yang merupakan testimoni konsumen masih menjadi andalan ( satu –
satunya ) warung Burjo
Madura.
Embel – embel 'Madura'
itu juga bagian dari marketing.
- Price
Harga
yang murah dan merakyat sangat cocok di kota yang terkenal sebagai
kota `pelajar. Jelas orientasinya membidik konsumen tingkat pelajar,
mahasiswa dan golongan menengah kebawah.
Paguyuban
penjual Burjo
Madura
memiliki kontrol penuh dalam penentuan harga. Dengan demikian
persaingan harga bisa diminimalisir dan akan berjalan sehat.
- Place
Hampir
diseluruh jalan – jalan protokol di Yogyakarta, dapat dijumpai
dengan mudah Burjo
Madura.
Bahkan sudah berkembang ke kota – kota besar di Indonesia.
Para
penjual tersebut membawa identitas kelokalannya keluar daerahnya.
Memang diperlukan penelitian lebih lanjut, apakah konsep 'berhijrah
dan berdagang' orang Madura berkaitan erat dengan budaya lokal dan
agama yang dianut.
Sebagian
orang akan menganggap lucu, hubungan antara konsep ekonomi dengan
agama yang dianut seseorang. Ekonomi dan agama ( religi ) adalah
keterpisahan. Tetapi tidak begitu sepenuhnya jika menggunakan
Pendekatan Anthropologi untuk menelusurinya. Semua unsur dalam
kehidupan ini saling berhubungan, saling membentuk satu dengan
lainnya. Seperti Burjo
Madura
yang terdiri dari bahan – bahan ; Kacang Ijo, Ketan Hitam, susu,
Santan Kelapa, Roti Tawar dan Sirup Frambozen.
Semangkuk
Burjo
Madura
memang mempunyai nilai gizi yang tinggi bagi kesehatan. Tetapi apakah
kita sudah merasa sehat akhir – akhir ini, jika definisi kesehatan
menurut World
Health Organization
adalah suatu kondisi sejahtera jasmani, rohani serta sosial ekonomi
?!.
“ Berapa cak ?! ““ Dua Belas Ribu Rupiah. Terima kasih, mas “
Aku
berlalu. Ada sesal yang menyelinap pelan tapi menghunjam !.
“ Dua Belas Ribu Rupiah. Terima kasih, mas “
Jujur
namun menghunjam !. Aku lupa mengungkapkan rasa terima kasih duluan
pada penjual Burjo
Madura
itu. Walaupun toh aku membayar, dalam hal apapun 'rasa' itu penting.
Sebab, “ Terima kasih, maaf, cinta, tolong “ akan mengubah dunia.
Ucapan
penjual Burjo
Madura begitu
tulus, karena gema dan rasanya masih tinggal dan menetap dalam otak
dan hatiku sampai sekarang. Itu cara sederhanaku mengukur kedalaman
dan ketulusan perasaan.
Yang
itu semua adalah dari rasa Burjo
Madura.
“ Penghargaan paling membahagiakan apa yang pernah kau terima, akhir – akhir ini ?! “ tanyaku pada seorang wanita 2 tahun lalu.“ Ucapan terima kasih dari seorang teman ketika kutraktir Mie Ayam, 3 tahun lalu ““ Akhir – akhir ini ?! ““ Ucapan terima kasih dari seorang teman ketika kutraktir Mie Ayam, 3 tahun lalu “
Ku
menatapnya dalam, diam.
Bantul,
03 Juli 2013.
POLLING
Menurut
anda, masalah keamanan pangan apa yang sebaiknya mendapat perhatian
terbesar pemerintah, terkait dengan industri makanan dan konsumen
saat ini ?!
- Penyalahgunaan bahan kimia berbahaya dalam pangan ( Formalin, Boraks, pewarna, pengawet, dll )
- Rendahnya sanitasi dan hygiene, dari proses produksi, distribusi maupun penyiapan pangan
- Legalisasi dan standarisasi produk makanan ( ijin BPOM, DEPKES, Sertifikasi Halal MUI, GMP, ISO, dll )
- Keracunan dan gangguan penyakit yang ditimbulkan akibat makanan
- Lainnya, sebutkan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar anda akan memperkaya wawasan.