Bayang
– bayang siapa yang kembali dari kesunyian tunas – tunas
meranggas,
berkecambah
dalam gelap mereka bercakap
“
Akan ku nyalakan bayang – bayang untukmu “
Rumah
sederhana ini masih muat menampung gelap dan terang, pikiran tak
waras,
was
was. Mampir mapirlah tak usah bawa oleh – oleh. Kita hanya perlu
berbincang
tentang
hidangan Al Maidah tentang rasa damai dipinggir – pinggir piring
gelotekan,
dalam
meja hidangan seolah mereka menjelma kanak – kanak lucu. Ya, piring
– piring
itu.
Saling bersuapan waktu waktu membuat segalanya merabun.
“ Akan ku nyalakan bayang – bayang untukmu “
Jika
kau datang tergesa ketuklah pelan saja sebab getaranmu tlah ku ukur,
aku takkan
salah
taksir detak langkahmu, jantungmu, napasmu semua dalam hitungan.
Aku
slalu cemas, sedikit – dikit membuka pintu. Ingin kubuka lebar
pintu, biar angin
menaksir
langkahmu, jantungmu, napasmu.
Flor,
biasa saja tak usah lepas sepatu jejak – jajak perjalanan takkan
mengotori
pikiran.
Ubin – ubin ini dipenuhi cerita, kadang bergumam ; “ tap, tap,
tap “.
Tidak,
tidak aku tak sedang mengintipmu.
Tapi
mungkin setelah salaman semua terlupakan
Orang
yang juga manusia datang dan pergi
Orang
yang juga manusia saling mengunjungi dengan berbagai alasan,
kepentingan
Menyimpul
mengulur tali waktu bayang – bayang itu.
Orang
yang juga manusia seperti orang – orangan sawah yang ditarik
kehendak,
mengusir
segala yang tak dikehendaki.
Orang
yang juga manusia seperti boneka – boneka, robot – robotan zaman.
Mungkin
mereka kalah politik, kalah licik, mereka kehilangan kemanusiaannya.
Ah
!, orang yang juga manusia.
Rumah
sederhana ini akan segera digusur pemerintah sebab fisik dan jiwanya
milik
negara. Konon akan segera dibangun bandara disana, dan anak – anak
kita
kau
tahu, lekas riang bermain pesawat – pesawat kertas. Melipat –
lipat
harapan
seperti Origami agar muat di saku mereka.
Mereka
puas dolanan pilot – pilotan
“
Aku ingin jadi pilot ! “
Ketatkan
ikat pinggang sebab kita akan terbang.
Anak
– anak kita, orang yang juga manusia telah duluan belajar terbang.
Kita
mengendarai
udara tapi masih duduk termangu depan pintu, daun pintu
terbuka
ini slalunya menghijau.
Rumah
ini Shanti Niketan
juga pondok pesantren pun rumah hiburan, rumah
dari
tanah Holosein muda.
Sejarah
singgah pada tanah – tanah kering, tembikar – tembikar kering
lalu
udara
meniupkan ruh menetaplah ruh dalam fisik rumah kita.
Pada
hari Sabtu, orang yang juga manusia ngaso pada ruang keluarga.
Terpujilah
Hari Sabtu dan setelah itu dan sebelum itu !.
Ini
di pangkuanmu yang hangat, mendarat pesawat – pesawat kertas
harapan
demi harapan mengambang bersama pesawat – pesawat kertas
Jejeran, 28 Agustus
2013.
*
Menghadiri Acara 4 bulanan ( Mapati
) kehamilan istri sahabat terbaikku, tiupan angin
malam
terbaca QS. Yusuf dan QS. Maryam .
*
Puisi ini pertama kali saya ketik di Hand
phone.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar anda akan memperkaya wawasan.