Daun – daun kering berguguran diterpa angin. Berserakan di pekarangan rumah. Seorang nenek renta sibuk menyapu halaman. Dua kali sehari, pagi dan sore. Halaman tersebut memang di tumbuhi banyak pepohonan. Pekerjaan menyapu rutin dilakukan, walaupun anak cucunya sudah melarangnya. Namanya juga orang tua, butuh aktifitas bukab hanya sekedar berdiam diri menunggu mati. Mentang – mentang sudah tua.
Kegiatan menyapu dan obong – obong uwuh ( membakar sampah dedaunan kering ) sudah menjadi klangenan. Kadangkala sedikit menyebalkan, daun kering dan basah yang bercampur ketika dibakar mengeluarkan asap yang tebal. Menjalar ke setiap penjuru, membuat mata pedas dan sesak napas. Tetapi mau bagaimana lagi, aktivitas itu telah menjadi klangenan orang tua. Satu – satunya aktifitas fisik ( selain beribadah ) yang dapat dilakukannya. Sebagai anak cucu tak akan tega merampas satu – satunya kesenangan nenek ( menyapu dan obong – obong uwuh ) walaupun dengan cara bersimpati ( ngeman ) sekalipun.
Kejadian kecil yang sering terjadi di masyarakat dusun ini sebenarnya bermakna dalam. Mau apalagi jika usia telah memasuki senja ?!. Tidak lain hanya “ membersihkan diri dan lingkungan sekitar “ secara rutin. Karena kebersihan sebagian dari iman.
Semakin bertambahnya umur, aku semakin mengamati. Mengenai barang, sesuatu yang bernama sampah tentu saja. Sekarang sudah banyak terjadi pergeseran jenis – jenis ( yang katakan saja ) pemulung. Jangan diremehkan ; pemulung juga merupakan profesi.
Pemulung yang melakukan pekerjaannya dengan berjalan kaki membawa keranjang sampah, bagor ataupun tempat sampah lainnya untuk mewadahi sampah yang dikumpulkannya. Sampah dari hasil memulung kemudian disetorkan ke pengepul. Pemulung mendapat upah dari pekerjaanya tersebut.
2. Pemulung Bermodal Barter
Dalam melakukan aktivitasna, Para pemulung menggunakan sepeda yang dipasangi keronjot. Berkeliling dari kampung ke kampung mencari barang rongsokan. Seperti penjaja keliling lainnya, pemulung juga mempunyai tanda yang khas untuk menarik pembeli ( pelanggan ). tukang Bakso memukul mangkuk dengan sendok, Mie Ayam dan Salome dengan ketukan kenthongan kayu berkuran kecil, musik dengan Toa Mikropon suara khas penjual Ice cream, jika musiknya Dangdut lazim digunakan penjual Gethuk dengan gerobag dorong, “ Sate ! “ Teriakan khas penjual sate atau bisa juga dengan tanda krincing, mikropon yang nggambleh wae pertanda tukang obat ( seribu tiga ), lalu tanda pemulung ( tukang rongsokan ) ?!.
Sebuah Othet – othet yang dibunyikan. Bukan ditiup tetapi ditekan. Menggunakan alat seperti yang dipasang di Terompet mainan. Othet – othet dibuat secara sderhana, menggunakan botol plastik bekas. Biasanya menggunakan botol plastik bekas minyak goreng. Suara Othet – othet begitu menghipnotis anak – anak untuk brgerak mencari barang rongsokan kemudian dikumpulkan pada tukang rongsokan keliling. Barang rongsokan bisa ditukar dengan Ikan Cupang, Ikan Asin ( Teri, Gereh ), Kerupuk atau Kepompong. Dari hasil mencari dan mengumpulkan barang rongsokan keliling, akhirnya disetorkan ( dijual ) kepada pengepul sampah dan bahan rongsokan.
Di negara majupun, membeli barang rongsokan sudah menjadi life style tersendiri. “ Kuburan Mobil rongsokan “ menawarkan hal itu. Dengan mereparasi mesin dan modifikasi tampilan luar, mobil rongsokan disulap menjadi kendaraan yang layak pakai.
Suara magis yang menghipnotis dari Kanjeng Kyai Othet – othet sudah mulai tak terdengar belakangan ini. Padahal kalu mau jujur, pengaruh getaran gelombang bunyi Kanjeng Kyai Othet – othet hanya bisa ditandingi dengan Kukuzela dan Terompet Isrofil.
3. Pemulung Bermodal
Secara umum tebagi menjadi 3 jenis ;
A. Aktivitas kerjanya sama dengan Pemulung Barter.
Dalam perkembangannya tukang rongsokan keliling ini langsung membeli barang rongsokan dari masyarakat. Alat transportasinya sudah menggunakan sepeda motor. Narga barang rosokan dihitung sesuai berat jenisnya atau jumlah satuannya. Harga botol bekas dihitung sesuai jumlah satuannya, kertas dan besi dihitung sesuai berat jenisnya menggunakan timbangan. Hasil rongsokan lalu dijual kembali pada pengepul.
B. Pengepul sampah dan bahan rongsokan
Merupakan gudang sampah ( Tempat Pembuangan Sampah --- TPA ) dan bahan rongsokan ( bekas ) yang akan ditindak lanjuti dengan didaur ulang atau langsung dijual kembali kepada pihak yang membutuhkan.
Botol dari kaca bekas saos atau Kecap tinggal dibersihkan lalu dijual lagi ke pabrik saos dan kecap.
C. Bank Sampah
Sebuah konsep manajemen sampah yang lebih profesional. Disamping menambahkan sikap kepedulian lingkungan ( kebersihan ) juga memberdayakan masyarakat sekitar sekaligus bernilai ekonomi.
Hmm, ... sampah, dari mulai Kjokken Moddinger --- Jogangan --- bak sampah --- Tempat Pembuangan Sementara ( TPS ) --- Tempat Pembuangan Akhir ( TPA ) --- pemulung, tukang rongsokan --- pengepul --- Bank sampah ---- Manajemen lingkungan hidup --- budaya nyampah --- sampai “ sampah masyarakat “.
Toh model Pasar Klithikan ( barang bekas ) berkembang pesat di Jogja dan Solo. Tak pernah sepi pembeli. Klithikan adalah barang bekas ataupun rongsokan yang telah disulap sedemikian rupa agar bernilai jual. Barang bekas, rongsokan, sisa, sampah.
Akhirnya tulisan ini juga hanya akan menjadi sampah dalam pikiranmu. Tak apalah, yang penting buanglah pada tempatnya.
Bantul, 04 Januari 2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar anda akan memperkaya wawasan.