Beberapa waktu lalu seorang wanita bertanya padaku, “ Mengapa manusia harus menikah ?! “.
Saya
jawab mulai dari orientasi agama, biologis dan Hukum – hukum Alam (
Hukum Tarik – menarik, keseimbangan alam, dll ). Pokoknya detail
dan bla bla bla. Namun ia masih tetap bertanya dengan pertanyaan yang
sama. Hal ini bukan hanya perkara logis tidak logis, tepat tidak
tepat tapi lebih dari itu. Mungkin seorang wanita hanya mencari satu
jawaban dari sekian banyak jawaban ( dari subjek, situasi dan kondisi
berlainan ) yang sekiranya nyantol dalam otak dan hatinya. Sekiranya
mungkin begitu.
Tampaknya
hari ini akan menjadi “ sesuatu banget “ -- pinjam istilahnya
Syahrini – dari berbagai segi dan sendi.
Sejarah
Manusia Indonesia ( secara umum ) tidak bisa dilepaskan dari sejarah
lisan (
Oral History ).
Dongeng, babad, hikayat, cerita turun – temurun selalu diceritakan
ulang dari generasi ke generasi. Tentunya dengan penambahan
pengurangan dari bentuk dan tujuannya masing – masing. Mungkin
sebagai legitimasi kepentingan, kekuasaan atau sekedar mitos,
simbolisasi ataupun memang fakta sejarah. Lalu kita akan sedikit
ragu, jika realitas itu bercampur baur dengan imajinasi menjadi
sebuah ingatan kolektif masyarakat. Tetapi tidak, sejarah harusnya
tidak hanya memisahkan antara fakta dan mitos saja. Melainkan memberi
makna, intepretasi pada keduanya.
Masih
ingatkah kita ketika selalu didongengkan oleh orang tua ( khususnya
ibu ) sebelum tidur ?!.
Arus
gelombang informasi juga teknologi senada dengan Alvin Toffler,
mungkin telah mereduksi, menghilangkan sementara hal – hal kecil
itu. Pergeseran fungsi dan nilai dari peran orang tua terhadap anak
seiring perkembangan zaman. Teknologi dengan kreatif dan aplikatif
menawarkan alternatif itu melalui film. Film yang berdongeng dan
berkisah.
Kita
masih ingat fenomena best
seller nya
Film Harry Potter yang notabene dongeng anak – anak. Ternyata Dunia
Sihir mampu membuat JK Rowling kaya raya. Ya, sihir elektronik.
Nah,
dari sinilah kita akan memulai sejarah ; “ Mengapa manusia harus
menikah ?! “.
Matrilineal Decent Group |
Hopo
tumon,
kalau diteruskan jadi acara gossip ini.
Hal
– hal kecil seperti itu tak bisa dielakkan dan memang harus
dimaklumi. Kita mungkin membicarakan masalah politik, ekonomi hak
asasi, hukum, pluralisme, dll. Gila aja terus membicarakan hal itu
melulu. Tetapi baiklah, kita ikuti alurnya dulu.
- Politik
Pada
dasarnya motivasi untuk meraih posisi serta kedudukan dalam bidang
politik, ekonomi dan status sosial adalah untuk orang – orang yang
dicintai ( khususnya anak ). Setidaknya orang tua tidak akan
meninggalkan beban dosa ( sanksi moral, sanksi masyarakat ) kepada
anaknya akibat dari pemenuhan posisi dan kedudukan tersebut.
Masih
segar dalam pemberitaan, kasus Angelina Sondakh yang berusaha
menangguhkan penahanannya dengan alasan demi anak – anaknya .
- Pendidikan
Pada
waktu tertentu mungkin kita sedang membicarakan pendidikan. Orientasi
dan fokus pengembangan pendidikan tertuju pada kualitas anak didik.
Generasi muda sebagai penerus sejarah.
- Ekonomi dan Kekuasan
Ketika
seseorang telah meraih kesuksesan, tahap selanjutnya adalah bagaimana
sebanyak mungkin mensukseskan orang lain disamping meninggalkan
warisan yang berharga. Setali tiga uang dengan kekuasaan, legitimasi
kekuasaan. Dalam suatu negara yang menganut
Sistem
Monarkhi, suksesi kekuasaan dilakukan secara turun – temurun.
Era
Kerajaan – kerajaan di Nusantara, Bani Umayah, Bani Abassiyah,
Monarkhi Inggris, dll telah gamblang menceritakan keadaan tersebut.
Bahkan ketika presiden SBY mengatakan bahwa harusnya tidak boleh ada
Sistem Monarkhi dalam negara demokratis, itupun tidak mengurangi
secuilpun sistem yang telah berjalan di DIY tentang suksesi pemimpin
daerah. Faktor kesejarahan, aspirasi masyarakat juga legitimasi
kekuasaan. Walaupun sekali lagi permasalahan ( DIY ) harus dikaji
secara tuntas dan berimbang dari berbagai perspektif. Saya hanya
memberi contoh perbandingan.
- Kepahlawanan
Kita
mungkin saja gagal menjadi seorang pahlawan yang ditulis dengan tinta
emas dalam sejarah. Diam – diam entah sadar atau tidak, kita
selalu berdo'a, berusaha, berharap kelak generasi keturunan kita
menjadi ( katakanlah pahlawan ) yang mengharumkan nama keluarga.
Mungkin ini juga merupakan alasan konyol.
Cerita
klasik China mengilustrasikannya dengan sangat indah dan realistis
dalam “ Kakek Tua Memindahkan Gunung “.
- Perceraian
Sering
kali kita mendengar, melihat, merasakan kasus perceraian yang terjadi
di sekitar kita. Eloknya lagi kasus itu telah menjadi konsumsi
publik dalam ranah media massa. Acara Gossip di Tv mengeksposnya
secara besar – besaran. Pada juntrungnya kembali lagi masalah
harta gono
gini
dan hak asuh anak.
- Demografi Penduduk
Populasi
penduduk di suatu wilayah dipengaruhi ( secara umum ) oleh tingkat
kelahiran dan kematian penduduk. Tingkat pertumbuhan penduduk yang
tidak terkontrol semakin meresahkan serta menimbulkan masalah baru.
Sejauh mana program yang dicanangkan pemerintah menjadi solusi yang
efektif, efisien ( Program KB, Transmigrasi, UU pernikahan, dll )
?!.
Mungkin
sempat terlintas dalam benak untuk memilih tidak menikah ( dengan
berbagai alasan ), setidaknya membantu pemerintah dengan bersolusi
sendiri ( bhuahahahaha,... ). Memang tidak ada yang lucu sejauh
menyangkut pilihan.
Pepatah
Jawa mengatakan “ Banyak Anak Banyak Rejeki “ mungkin juga masih
relevan, pun program nikah dan banyak anak ( Aliran Wahabi ) cukup
menambah solusi ( bhuahahahaha,... ).
Seiring
perkembangan zaman dan teknologi, kita akan menemui kasus seperti ;
Bank Sperma, kloning, aborsi, sex bebas, foto copy dan cermin (
karena sama – sama menggandakan sesuatu ). Yang terakhir pasti
ngawur.
Pokoknya
sekarang ini merupakan Zaman “ sesuatu banget “ -- pinjam
istilahnya Syahrini – bukannya Zaman Edannya RNg. Rangga warsito.
- Hari Tua
“
Sudahkah anda merencanakan kesehatan anda untuk 3 tahun kedepan, 5
tahun kedepan atau bahkan 10 tahun kedepan ?! “. Mungkin
pertanyaan ini terasa aneh. Di era modernisasi ini manusia dituntut untuk berpikir sehat, rasional dan terencana dalam segala aspek
kehidupan.
Kesehatan
manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berakibat ganda. Faktor
tersebut dapat mempengaruhi kesehatan semakin meningkat ataupun
penurunan kesehatan ( udara, air, makanan dan minuman, keseimbangan
emosi, olahraga yang teratur, istirahat yang cukup juga keturunan ).
Bahkan
seorang buruh rendahan sekalipun berhak mendapatkan jaminan
kesehatan. Begitu juga Program MDG's yang mengagedakan Kesehatan
maternal ( Ibu ) dan sanitasi ( air bersih ).
Ketika
menjelang hari tua, kita menginginkan anak – anak kita sendiri yang
merawat dan menemani. Merekalah yang “ menyelamatkan “ kita di
hari senja. Walaupun konsep Panti Jompo menawarkan solusi praktisnya.
Tetapi tetap keluargalah ( anak – anak keturunan kita ) yang
seharusnya mengambil peranan dan tanggung jawab itu.
Jujur,
sebagai orang tua sering tidak ingin mati sebelum memastikan anak –
anak keturunannya hidup dalam segala kelimpahan. Karena kesuksesan
orang tua merupakan bagian dari kesuksesan anak, begitu juga
sebaliknya. Lebih dari itu, hubungan antar manusia tidak hanya
sebatas materi tetapi juga non materi. Jika masih ada orang yang
tidak percaya, mereka harus merasakan bagaimana rasa kehilangan itu.
Water Symphony |
Ia
lekat menatapku, lama dan dalam. Seolah mencari sesuatu yang bisa
nyantol dalam otak dan hatinya. Lama dan dalam. Ia ganti bercerita
padaku. Lama dan dalam, tanpa beranjak pada tatapan.
Dewasa
ini banyak kita temui fenomena juga realitas anak – anak kecil yang
( sengaja ) bekerja. Anak – anak jalanan yang seharusnya masih
berada pada usia belajar karena sistem ataupun keterpaksaan, mencari
recehan di kerasnya jalan beraspal. Eksploitasi anak oleh orang
tuanya sendiri di dunia entertainment. Lalu tanggung jawab siapa ?!.
Anaklah
yang sebenarnya mempertemukan hubungan antar manusia dalam suatu
ikatan ( secara sah ataupun tidak sah ). Karena anak – anak pulalah
sejarah terus bergerak. Ketika berpikir tentang sejarah masa depan
anak, sebenarnya kita memikirkan diri sendiri.
Sejak
dahulu begitulah sejarah.
Aku
masih mencari – cari “ Ya “ dalam tatapan matanya. Satu
anggukan kecil, tapi aku tahu bukan itu maksudnya. Kita bergandengan
tangan pergi ke bioskop. Kita sudah lelah berdiskusi, mungkin film
akan lebih nyantol dalam otak dan hatinya.
Bantul, 15 Oktober 2012.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar anda akan memperkaya wawasan.