Social Icons

Jumat, 15 Maret 2013

WOW [ World Of Wayang ]


WOW ; Ekspresi Modernitas dan Tradisional Dalam Wayang

Program acara Kompas Tv
Media bagi saya adalah sesuatu yang berfungsi untuk mewadahi, mengakomodir segala hal. Objek segala hal itu meliputi bendawi dan non bendawi, yang datang dari masa lalu, masa kini, masa mendatang ataupun pergulatan dari ketiganya.
Dewasa ini, sedang marak fenomena seni dan budaya Nusantara diangkat kembali ke ranah budaya elektronik. Entah hanya gejala sesaat ataupun kembali menekuni akar – akar identitas diri. Identitas yang mulai tercerabut dari rentang waktu ; Peradaban Animisme, Dinamisme, Kerajaan – kerajaan Hindu – Buddha, Mataram Kuno hingga Mataram Islam, kolonialisme Belanda, Jepang, Orde lama, Orde Baru sampai Era Reformasi. Rentang waktu yang cukup lama.
Jika boleh, semua itu bisa dirangkum atau disimbolisasikan secara tepat dalam bentuk media Wayang. Wayang adalah perlambang manusia Indonesia itu sendiri.
Tampaknya ekspresi [ baca ; tradisi dan modernitas ] ditangkap begitu “ wow “ oleh Kompas Tv yang mengusung tag line “ Inspirasi Indonesia “. salah satu stasiun televisi swasta yang mengembangkan Sistem Siaran Jaringan [ SSJ ].
by Facebook Comment

Dolorosa Sinaga : Sebuah Tafsir Dan Praktik


Pematung ini mengaku tak pernah riset untuk sebuah penciptaan karya. Tetapi dengan caranya sendiri ia telah menunjukkan bagaimana ` proses riset ` itu menjadi bagian dari proses kretifnya.

Seniman Patung IndonesiaDolorosa Sinaga : Sebuah Tafsir Dan Praktik Untuk Riset Seni

Orangnya mungil, tubuhnya kurus. Itulah dia sejak dulu, tak pernah “ bengkak “, walau kini sudah lewat setengah baya. Ia tidak sibuk ke fitness centre, pengobatan atau diet yang menguruskan badan. Tapi ia sangat sibuk dengan berbagai kegiatan ; seniman, dosen, gerakan reformasi, pemikiran baru dan macam – macam lagi. Ia tak betah “ diam “.
Seniman patung yang lahir di Sibolga, Sumatra Utara itu lincah dalam bergerak, lancar bicaranya dan tampak segar, tangguh. Tipe Srikandi bukan Subadra, andai kita boleh memakai Wayang Jawa.
Karirnya telah menjulang dalam seni patung --- produktif, karyanya hadir diberbagai pameran dalam dan luar negeri --- sebagian mengisi rumah kolektor, galeri, museum dan sebagian lagi di rumahnya.
Patung – patungnya hampir semua mengenai perempuan, menyendiri maupun berkelompok. Tidak sekedar  “ perempuan “, tentu. Ada sesuatu yang khusus, khas terucap dari karyanya ; kuatnya daya ungkap tubuh walau ukuran – ukurannya kecil.
I. Wibowo mwnuliskan, dalam booklet pamerannya di Galeri Nasional tahun 2001 ; ... “ bukan manusia asal manusia ... manusia yang bergerak dari tari yang gemulai hingga geliat kesakitan “.
by Facebook Comment

Sinta Ridwan dan Museum Digital


Pada umumnya kata “ museum “ berkonotasi dengan media, tempat penyimpanan data – data dan bukti – bukti yang berharga, sesuatu yang unik, otentik, bernilai sejarah, dan lainnya. Sekarang ini, minat masyarakat untuk mengunjjungi museum semakin menurun. Museum pun telah di-museumkan, menjadi semacam hal yang kuno. Tak banyak lagi yang bisa dipelajari dari sana, salah satunya karena ketidak profesionalan dalam pengelolaan. Mungkin juga ini merupakan kritik sepihak.
Ide untuk mendokumentasikan naskah – naskah kuno Nusantara ( khususnya Sunda ) kedalam media elektronik ( baca ; Museum Digital ) dari Sinta Ridwan pun patut diapresiasi. Mempermudah setiap orang untuk mengakses informasi dan sejarah bangsa Indonesia. Hal ini senada jika diturut dari 3 kurun kultural.
  1. Budaya Siklikal, Pra- Intelektualisme ( Tradisi Lisan )
  2. Budaya Liniar, Intelektualisme ( Kata Tertulis )
  3. Budaya Web, Pasca- Intelektualisme ( Media Elektrik )
by Facebook Comment

Kamis, 14 Maret 2013

Perempuan Itu



Dua orang mengikat 2 pikulan kayu lonjoran panjang dengan sayatan kulit bambu muda. Lumayan banyak kayu yang sudah tua. Tinggal dijual keliling dusun dengan sepeda kayuh. Dua buah ikatan kayu panjang diikat disamping sepeda persis keronjot.
Keduanya duduk sambil mengibas - ngibaskan topi kemuka. Seorang menyulut tembakaunya. Aroma khas segera mengabar cepat. Si pendek berdiri, berjalan menuju semak belukar. Dibukanya celana, sambil masih klempas - klempus. Suara air jatuh ke ranting dan daun kering. Beberapa lembar daun dipetik sebagai ganti air untuk membersihkan. Terasa aneh ketika memetik daun , beberapa bagian rimbun menyibak. Ada ranting dan daun teronggok layu, kering di tanah seperti baru beberapa hari dipotong. Terlebih mulai tercium bau menyengat. Perlahan disibakkanya gerumbulan. Bau aneh dan bau tembakau itu semakin mendekat. Tiba - tiba kakinya menyandung sesuatu. Ia terkejut, pandangannya belum jelas benar. Masih tertutup ranting dan daun yang sengaja dipotong untuk menutupi.
    “ Kang coba lihat !”
by Facebook Comment

Senin, 04 Maret 2013

Semiotika Hidung


Semiotika1 Hidung

Manusia bernapas, pertanda masih hidup. Manusia berpikir, berarti masih ada. Ada dengan menandakan eksistensi pemikiran – pemikirannya. Mungkin begitulah dasar Filsafat Eksistensialisme yang dipelopori SK ( Soren Kierkegaard ), Friedrich Wilhelm Nietzche, Jean Paul Satre, Simone De Beauvoir, dll. Tetapi kita tidak ingin berfilsafat ataupun sesuatu yang berat – berat.
Hal sepele, remeh – temeh, yang penting “ hidup “ dulu saja. Agar tetap hidup, kita harus terus bernapas. Tanpa bisa kita lihat ( dengan mata telanjang ), didalam udara yang selalu kita hirup banyak benda – benda yang berbahaya. Ditambah tingkat pencemaran udara yang sudah melampaui ambang batas. Benda – benda membahayakan seperti debu, serbuk bunga, jamur, bakteri dan virus. Untuk itulah hidung memiliki alat khusus yang berfungsi menyaring kotoran – kotoran dalam udara.
Debu dan bakteri di udara akan masuk ke lubang hidung dan akan terperangkap di bulu yang seperti sapu. Bulu hidung merupakan pelindung berjaring pertama. Kalaupun debu dan bakteri beruntung bisa melewati jaring pertama ini, kita tak perlu kuatir karena ada pelindung kedua yang lebih kuat yang sudah menunggu. Yaitu lendir lengket yang menempelkan debu, bakteri, dll seperti perekat. Lendir itu keluar dari Selaput Mukosa sangat tipis yang menutupi bagian dalam hidung. Disinilah ingus yang berisi air, debu, bakteri dan sel kulit mati terbentuk menjadi upil 2.
by Facebook Comment

Minggu, 03 Maret 2013

Rivers Of The World : Tales of Rajamala


Tidak bisa dipungkiri, peradaban dunia banyak dibangun dari peradaban sungai. Begitu pentingnya sungai bagi peradaban, maka selayaknyalah manusia berkomitmen dan konsisten untuk menjaga, menggunakan dan memanfaatkan sungai sebagagai sarana kehidupan.
Selain dugunakan sebagai sumber air minum, dan kebutuhan air lainnya, sungai juga digunakan untuk mengairi perkebunan dan pertanian. Di beberapa tempat, sungai juga dimanfaatkan sebagai jalur transportasi juga tempat jual beli ( Pasar Terapung ). Diantara kebudayaan dunia yang dibangun dari peradaban sungai adalah peradaban Mesir yang tergantung pada Sungai Nil, Mesopotamia yang memanfaatkan Sungai Eufrat dan Sungai Tigris, China dengan Sungai Kuning, dan India dengan Sungai Gangga. Begitu juga di Nusantara bagaimana kerajaan besar maritim Sriwijaya dibangun oleh Sungai Musi dan Batanghari, dan tidak lupa di Jawa Sungai Bengawan Solo juga ikut andil dalam membangun kebudayaan Mataram.
by Facebook Comment